PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 08/PMK.03/2008
TANGGAL 04 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN
PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA
CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendukung program
nasional pengamanan pengadaan kebutuhan pangan dalam negeri berupa kedelai,
gandum dan tepung terigu, perlu mengatur kembali besarnya pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612 ) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22,
SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Pasal I
Ketentuan
Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
a. Nomor 392/KMK.03/2001;
b. Nomor 236/KMK.03/2003;
c. Nomor 154/PMK.03/2007,
diubah
dengan menambah 1 (satu) huruf yakni huruf d, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan API, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
b. Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3, dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen)
dari harga pembelian.
c. Atas penjualan hasil produksi atau
pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5, 6 dan 7
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur
jenderal Pajak.
d. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung
terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada huruf a
angka 1 sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
(2) Nilai impor adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight
(CIV) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 4 Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010
TANGGAL 31 AGUSTUS 2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk
memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk
memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN
DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU
KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas
impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor
kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai
impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal
Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas
adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen)
dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada
SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU
bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma
tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri
sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak
Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam
negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan
pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat
puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar
0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul
sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak
final.
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak
Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta
para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan
internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan
yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas
impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan
ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun
binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra
dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi
jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan
militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan
program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan
buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan
digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18. peralatan yang digunakan untuk
penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan
Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor sementara, jika pada waktu
impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi
barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang
sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d,
berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar
minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah
dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g. Emas batangan yang akan diproses untuk
menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h. Pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk
sebesar 0% (nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat
Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor
barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda
atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
b, huruf c dan huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada
saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian.
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir
yang bersangkutan; atau
b. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil
produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif,
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22
oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar
kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan
bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar
ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 8
Penyetoran
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran,
penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, penjualan hasil produksi industri
semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi
Wajib Pajak yang dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen
bersifat final;
b. selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
Pasal 10
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 31 Agustus 2010
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 31 Agustus 2010
MENTERI
HUKUM DAN
HAK ASASI
MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 427
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 210/PMK.03/2008
TANGGAL 11 DESEMBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA
PENYETORAN DAN PELAPORANNYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka lebih memberikan
keadilan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha distribusi rokok di dalam
negeri, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penunjukan badan usaha yang
bergerak dalam industri rokok sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan, serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.03/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT
DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Pasal I
Ketentuan
Pasal 1 angka 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1. Nomor 392/KMK.03/2001;
2. Nomor 236/KMK.03/2003;
3. Nomor 154/PMK.03/2007;
4. Nomor 08/PMK.03/2008,
diubah
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Pemungut
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
1. Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber
dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan
tersebut pada angka 4.
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan
Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi
Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 11 Desember 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.03/2008
TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
WAJIB PAJAK BADAN
TERTENTU SEBAGAl PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG
YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu
sebagai pemungut Pajak Penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan
Barang yang Tergolong Sangat Mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.
Pasal 1
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang yang tergolong sangat mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual
lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya
dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter
persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
Pasal 2
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM).
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam
tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong
sangat mewah.
Pasal 3
(1) Pemungut Pajak wajib memberikan tanda
bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan
pemungutan.
(2) Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak
Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menleri
Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3) Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pasal 4
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 31 Desember 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-23/PJ/2009
TANGGAL 12 MARET 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA
CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH
INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN,
PERTANIAN, DAN PERIKANAN ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
ATAU EKSPOR MEREKA DARI PEDAGANG PENGUMPUL
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk mengurangi dampak krisis
ekonomi global yang berakibat turunnya harga komoditas hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, dipandang perlu meninjau kembali tarif
pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Kep-523/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang
Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan atas
Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang
Pengumpul;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA CARA PEMUNGUTAN,
PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH INDUSTRI DAN
EKSPORTIR YANG BERGERAK DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN, PERTANIAN, DAN
PERIKANAN ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU EKSPOR
MEREKA DARI PEDAGANG PENGUMPUL.
Pasal I
Ketentuan
Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-523/PJ./2001 tentang Tarif
dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
22 oleh Industri dan Eksportir yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan,
Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan atas Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan
Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang Pengumpul sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-25/PJ./2003 diubah sehingga
Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan oleh
pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah sebesar 0,25% (nol
koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
Pasal II
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 12 Maret 2009
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
DARMIN
NASUTION
PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-57/PJ/2010
TANGGAL 10 DESEMBER 2010
TENTANG
TATA CARA DAN
PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN
ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI
BIDANG LAIN
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan
Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang lmpor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang:
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Badan usaha yang bergerak di bidang
usaha industri baja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah industri
baja yang merupakan industri hulu.
(2) Dalam hal badan usaha yang bergerak di
bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengolah atau
memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk
antara dan/atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan
produksi secara terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas
penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir.
(3) Badan usaha yang bergerak di bidang
usaha industri otomotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah badan
usaha yang bergerak dalam bidang industri otomotif, termasuk ATPM (Agen Tunggal
Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek), dan importir umum kendaraan
bermotor.
(4) Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf g adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan
hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tersebut kepada badan
usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan.
Pasal 3
(1) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dilakukan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan badan
usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri, dengan surat
keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
(2) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g dilakukan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan industri
dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul, dengan surat keputusan sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
(3) Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
(4) Dalam hal badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan huruf g tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut
Pajak Penghasilan Pasal 22, Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Penunjukan
Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III dan Lampiran lV Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir
yang bersangkutan; atau
b. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c, dan huruf d wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil
produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pasal 5
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22
oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 hurul b, huruf c, dan huruf d, menggunakan formulir
Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar
kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan
bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar
ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi pengembalian barang
hasil produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e setelah Masa Pajak
terjadinya penjualan, pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
(2) Nota retur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil
produksi.
(3) Nota retur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
a. nomor
dan tanggal nota retur;
b. nomor
dan tanggal Faktur Pembelian barang yang dikembalikan;
c. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli;
d. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
e. macam,
jenis, jumlah, dan harga barang yang dikembalikan;
f. Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas barang yang dikembalikan;
g. nama
dan tanda tangan pembeli.
(4) Nota retur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
- lembar
pertama : untuk
Pemungut Pajak
- lembar kedua : untuk
dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22
- lembar
ketiga : untuk arsip Wajib Pajak (pembeli)
(5) Pengembalian barang hasil produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak terjadi dalam hal:
a. dalam Masa Pajak terjadinya
pengembalian, atas pengembalian tersebut dilakukan penggantian dengan barang
yang sama, baik dalam jumlah fisik maupun harganya;
b. nota retur tidak selengkapnya
mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. nota retur tidak dibuat dalam Masa
Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi.
(6) Dalam
hal nota retur telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5), Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dapat
dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak
terjadinya pengembalian tersebut.
Pasal 7
Pada saat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-32/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri
Otomotif di Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-65/PJ./1995;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-69/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi lndustri
Kertas di Dalam Negeri;
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-01/PJ./1996 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri
Baja di Dalam Negeri;
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-401/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri
Semen di Dalam Negeri;
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-417/PJ./2001 tentang Petunjuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan, Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-523/PJ/2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang Bergerak
Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan, atas Pembelian
Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang Pengumpul
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2009,
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 10 Desember 2010
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
LAMPIRAN I PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG
LAIN
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK …………………………….
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-
TENTANG
PENUNJUKAN BADAN
USAHA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang : a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan
hasil produksinya di dalam negeri;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ………………..
NPWP : ………………..
memenuhi
syarat untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1)
huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Mengingat : 1. Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Menunjuk:
Nama : …………………………………..
NPWP : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
sebagai
pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7
TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, atas penjualan
semen/kertas/baja/otomotif *) di dalam negeri;
2. Penunjukan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan
di ………………
pada
tanggal ………………
a.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA
KANTOR PELAYANAN PAJAK
……………………………..
NIP
Tembusan:
Kepala
Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN II PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG
LAIN
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK
KANTOR PELAYANAN
PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-
TENTANG
PENUNJUKAN INDUSTRI
DAN EKSPORTIR SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN
UNTUK KEPERLUAN
INDUSTRI ATAU EKSPOR DARI PEDAGANG PENGUMPUL
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK.
Menimbang : a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf g Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
memenuhi
syarat untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1)
huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Mengingat : 1. Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Menunjuk:
Nama : …………………………………..
NPWP : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
sebagai
pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7
TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul;
2. Penunjukan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan
di ………………
pada
tanggal ………………
a.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA
KANTOR PELAYANAN PAJAK
……………………………..
NIP
Tembusan:
Kepala
Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN
PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN
ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI
BIDANG LAIN
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK
KANTOR PELAYANAN
PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-
TENTANG
PENCABUTAN KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR …….
TENTANG PENUNJUKAN
BADAN USAHA
SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK
Menimbang : a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan
hasil produksinya di dalam negeri;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
tidak
memenuhi syarat lagi untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
Mengingat : 1. Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegitan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Mencabut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor ………………… tentang Penunjukan Badan Usaha
sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan
di ………………
pada
tanggal ………………
a.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA
KANTOR PELAYANAN PAJAK
……………………………..
NIP
Tembusan:
Kepala
Kanwil DJP …………..
LAMPIRAN IV PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG
LAIN
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK
KANTOR PELAYANAN
PAJAK …………………………
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-
TENTANG
PENCABUTAN KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ………
TENTANG PENUNJUKAN
INDUSTRI DAN EKSPORTIR SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
ATAU EKSPOR DARI
PEDAGANG PENGUMPUL
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang : a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf g Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk
oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
b. bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:
Nama : ……………………..
NPWP : ……………………..
tidak
memenuhi syarat lagi untuk ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
Mengingat : 1. Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 427);
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 1. Mencabut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor ………………… tentang Penunjukan Industri dan
Eksportir sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Pembelian
Bahan-bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor dari Pedagang Pengumpul;
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan
di ………………
pada
tanggal ………………
a.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA
KANTOR PELAYANAN PAJAK
……………………………..
NIP
Tembusan:
Kepala
Kanwil DJP …………
SURAT DIRJEN PAJAK
NOMOR S-1653/PJ/2011
TANGGAL 23 SEPTEMBER 2011
TENTANG
PENEGASAN ATAS
PELAPORAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22
Sehubungan
dengan permasalahan yang dihadapi di lapangan terkait pelaporan pemungutan PPh
Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, serta pelaporan nota retur oleh
industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, dengan
ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-15/PJ/2011;
a. produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
b. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif, yang dikembalikan (retur) setelah Masa Pajak terjadinya penjualan,
dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak
terjadinya pengembalian tersebut.
2. Atas transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir 1, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan formulir SPT PPh Pasal 22
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-53/PJ/2009 dalam rangka pelaporan pemungutan PPh Pasal 22.
3. Tata cara pengisian formulir SPT PPh
Pasal 22 untuk transaksi tersebut di atas adalah:
a. Dalam hal dilakukan pemungutan PPh
Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas maka bukti pemungutan PPh Pasal
22 menggunakan formulir bukti pemungutan PPh Pasal 22 sesuai Lampiran III.3
Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 2, yang
diisi dengan cara:
1) Angka 5 kolom (2) diisi “Bahan Bakar
Minyak, Gas dan Pelumas (Final)”, yang digunakan untuk pemungutan PPh Pasal 22
kepada penyalur/agen; dan/atau
2) Angka 6 kolom (2) diisi “Bahan Bakar
Minyak, Gas dan Pelumas (Tidak Final)”, yang digunakan untuk pemungutan PPh
Pasal 22 kepada selain penyalur/agen.
b. Dalam hal industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif menerima pengembalian barang dan
nota retur yang memenuhi ketentuan maka industri semen, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif tersebut dapat mengurangkan PPh Pasal 22
yang telah dipungut dari PPh Pasal 22 terutang dalam masa pajak terjadinya
pengembalian dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 22 sesuai Lampiran
III.1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 2,
yang diisi dengan cara:
1) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B angka 7
kolo, (1) diisi “Retur Penjualan oleh industri semen, industri kertas, industri
baja, dan industri otomotif”.
2) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B angka 7
kolom (3) dan kolom (4) diisi jumlah objek pajak dan jumlah PPh Pasal 22 yang
terdapat pada daftar rincian penjualan dan retur penjualan, di mana nilai pada
angka 7 kolom (3) dan kolom (4) ini bersifat sebagai pengurang.
3) Induk SPT PPh Pasal 22 bagian B baris
“jumlah” diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 1 sampai dengan angka 6
dikurangi dengan nilai pada angka 7.
Demikian
disampaikan.
DIREKTUR
ttd
A.
SJARIFUDDIN ALSAH
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-1/PJ.03/2008
TANGGAL 04 MARET 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 08/PMK.03/2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN
DAN PELAPORANNYA
Sehubungan
dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008 tentang
Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya, dengan ini disampaikan fotokopi
Peraturan Menteri Keuangan dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Besarnya pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan Angka Pengenal Impor (API) diturunkan dari semula sebesar 2,5% (dua
setengah persen) menjadi sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
Sedangkan bagi importir yang tidak menggunakan API, besarnya pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu adalah 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 mulai berlaku pada tanggal 4 Pebruari 2008.
3. Para Kepala Kantor Wilayah diminta
untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas, serta
semua Kepala Kantor agar melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di
lingkungan wilayah kerja masing-masing.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 04 Maret 2008
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-13/PJ/2009
TANGGAL 4 FEBRUARI 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR
PMK-253/PMK.03/2009 TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT
MEWAH
Sehubungan
dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
PMK-253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak
Penghasilan (PPh) dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat
Mewah, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Menteri Keuangan dimaksud.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
2. Barang yang tergolong sangat mewah
meliputi:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual
lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya
dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter
persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
3. Pemungut Pajak wajib memungut PPh pada
saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
4. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus
dipungut oleh Pemungut Pajak adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN dan PPnBM).
5. PPh yang dipungut dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan
pembelian barang yang tergolong sangat mewah tersebut.
6. Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak
Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
7. Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pemungut Pajak terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
8. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 sampai dengan angka 7 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
9. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan
tersebut diminta para Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk:
a. Membuat daftar inventaris Wajib Pajak
yang bidang usahanya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
b. Mengirimkan surat kepada Wajib Pajak
berdasarkan daftar inventaris tersebut untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22
apabila mereka melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sesuai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-253/PMK.03/2008;
c. Melakukan
pengawasan atas pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut.
10. Para Kepala Kantor diminta untuk
melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di lingkungan wilayah kerja
masing-masing.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 4 Februari 2009
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-14/PJ./2008
TANGGAL 04 MARET 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN
DAN PELAPORANNYA
Sehubungan
dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya, dengan ini disampaikan fotokopi
Peraturan Menteri Keuangan dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17
TAHUN 2000, adalah produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dilaksanakan dengan cara pemungutan
dan penyetoran oleh Pemungut Pajak atas nama pembeli ke bank persepsi atau
Kantor Pos.
3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen
bersifat final;
b. selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
4. Ketentuan tersebut di atas mulai
berlaku pada tanggal 27 Nopember 2007.
5. Para Kepala Kantor Wilayah diminta
untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas, serta
semua Kepala Kantor agar melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di
lingkungan wilayah kerja masing-masing.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 04 Maret 2008
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-79/PJ/2011
TANGGAL 20 OKTOBER 2011
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 102/PMK.011/2011 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR
DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERITA IMPOR DAN PENYERAHAN
FILM CERITA IMPOR, SERTA DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS
KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR
Sehubungan
dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011
tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean berupa Film
Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor, bersama ini
disampaikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut untuk dapat dilaksanakan.
Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pada intinya, Peraturan Menteri
Keuangan tersebut mengatur:
a. penentuan Nilai Lain sebagai Dasar
Pengenaan Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor;
b. penentuan dasar pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 untuk kegiatan impor Film Cerita Impor; dan
c. penentuan Nilai Lain sebagai Dasar
Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa Film
Cerita Impor.
2. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a, adalah sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
per copy Film Cerita Impor. Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film
Cerita Impor tersebut dipungut dan dibayar pada saat impor.
3. Dasar pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 untuk kegiatan impor Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud pada angka
1 huruf b, adalah Nilai Impor atas media Film Cerita Impor. Yang dimaksud
dengan media Film Cerita Impor dapat berupa pita seluloid, pita video, cakram
optik, atau bahan lainnya.
4. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Film Cerita Impor sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf c, adalah sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
per copy Film Cerita Impor. Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Film Cerita
Impor tersebut dipungut pada saat pertama kali masing-masing copy Film Cerita
Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop. Atas penyerahan copy Film
Cerita Impor, Importir wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
5. Apabila terjadi penyerahan berikutnya
atas copy Film Cerita Impor yang sebelumnya telah diserahkan kepada Pengusaha
Bioskop dan telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Bioskop
lain, maka atas penyerahan tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
sehingga tidak perlu diterbitkan Faktur Pajak.
6. Contoh penghitungan pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa film Cerita Impor, penyerahan Film
Cerita Impor, dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas kegiatan impor
Film Cerita Impor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
7. Dengan berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tersebut, maka ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 mengenai Nilai Lain sebagai
Dasar Pengenaan Pajak untuk penyerahan film cerita yaitu perkiraan hasil
rata-rata per judul film tidak berlaku untuk penyerahan Film Cerita Impor,
namun tetap berlaku untuk penyerahan film cerita produksi dalam negeri
(nasional).
8. Pada saat diterbitkannya surat edaran
ini, maka:
a. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-32/PJ.3/1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas film ceritera impor
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor SE-29/PJ.3/1987 tanggal 4
Desember 1987 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/1996
tanggal 1 Februari 1996, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. penegasan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor
yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011
dinyatakan tidak berlaku.
Demikian
untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 20 Oktober 2011
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
A. FUAD
RAHMANY
Lampiran Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-79/PJ/2011
Tanggal : 20
Oktober 2011
CONTOH PENGHITUNGAN
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS
PEMANFAATAN BARANG
KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH
PABEAN DI DALAM
DAERAH PABEAN BERUPA FILM CERITA IMPOR DAN
PENYERAHAN FILM
CERITA IMPOR SERTA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22 ATAS
KEGIATAN IMPOR FILM CERITA IMPOR
I. Importir film PT A (memiliki Angka
Pengenal Impor) pada tanggal 1 Agustus 2011 memasukkan Film Cerita Impor dalam
bentuk pita seluloid dengan judul “XYZ” ke dalam Daerah Pabean dengan durasi 90
menit sebanyak 20 copy film.
Maka penghitungan Bea Masuk, PPN,
dan PPh Pasal 22 atas pemasukan film cerita impor tersebut adalah sebagai
berikut:
- Bea
Masuk = Rp21.450,00 x 90 x 20 copy = Rp38.610.000,00
Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.011/2011 tentang Perubahan Kedelapan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem
Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, tarif Bea
Masuk atas Film Cerita Impor adalah sebesar Rp21.450,00 per menit per copy
film.
- PPN = 10% x Rp12.000.000,00 x 20 = Rp24.000.000,00
Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain sebagai
Dasar Pengenaan Pajak atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor dan
Penyerahan Film Cerita Impor, serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor, Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
atas pemanfaatan Film Cerita Impor adalah sebesar Rp12.000.000,00 per copy
film.
- PPh
Pasal 22 Impor = 2,5% x Nilai Impor pita seluloid Film
“XYZ”
= 2,5% x (CIF + Bea Masuk)
Diketahui bahwa:
- durasi 1 menit film dikonversi menjadi sepanjang 27,42
meter pita seluloid;
- nilai CIF pita seluloid sebesar US$0,43 per meter;
- asumsi kurs US Dollar pada saat pemasukan tersebut US$1 =
Rp9.100,00.
Sehingga penghitungan
PPh Pasal 22 Impor adalah sebagai berikut:
= 2,5% x{(0,43 x 27,42 x 90 x Rp9.100 x
20) + Rp36.610.000,00})
= 2,5% x (Rp193.130.028,00 +
Rp38.610.000,00)
= 2,5% x Rp231.740.028,00
= Rp5.793.500,00
II. Pada tanggal 5 Agustus 2011, PT A
menyerahkan pertama kali 15 copy film “XYZ” kepada pengusaha bioskop PT B, maka
penghitungan PPN atas penyerahan film “XYZ” tersebut adalah sebagai berikut:
- PPN = 10%
x DPP Nilai Lain atas penyerahan film cerita impor x jumlah copy
= 10% x Rp12.000.000,00 x 15
= Rp18.000.000,00
Atas penyerahan 15 copy film
tersebut, PT A wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada PT B.
III. Pada tanggal 5 Agustus 2011, PT A juga
menyerahkan pertama kali 5 copy film “XYZ” kepada pengusaha bioskop PT C, maka
penghitungan PPN atas penyerahan film “XYZ” tersebut adalah sebagai berikut:
- PPN = 10%
x DPP Nilai Lain atas penyerahan film cerita impor x jumlah copy
= 10% x Rp12.000.000,00 x 5
= Rp6.000.000,00
Atas penyerahan 5 copy film
tersebut, PT A wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada PT C.
IV. Pada tanggal 12 Agustus 2011, PT A
menyerahkan 5 copy film “XYZ”, yang sebelumnya telah diserahkan kepada
pengusaha bioskop PT C, kepada pengusaha bioskop PT D, maka atas penyerahan
tersebut tidak terutang PPN. Atas penyerahan 5 copy film tersebut, tidak perlu
diterbitkan Faktur Pajak.
V. Atas transaksi-transaksi tersebut di
atas, importir film PT A melaporkannya dalam SPT PPN Masa Agustus 2011 sebagai
berikut:
- Pajak
Keluaran = Rp24.000.000,00
(Hasil pemungutan PPN
kepada bioskop)
- Pajak
Masukan = Rp24.000.000,00
---------------------
(PPN yang dibayar pada
saat impor)
- PPN
Kurang/(Lebih) Bayar = NIHIL
Direktur
Jenderal
ttd
A.
FUAD RAHMANY
NIP
195411111981121001
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-92/PJ/2010
TANGGAL 06 SEPTEMBER 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI
BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
Bersama
ini disampaikan salinan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010
tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang lmpor atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain yang mulai berlaku pada tanggal 31 Agustus 2010. Hal-hal yang perlu
mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Pemungut Pajak
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, adalah:
a. Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
2. Tarif dan pengecualian
a. Besarnya tarif pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak kepada Non SPBU
ditetapkan sama dengan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan bahan bakar minyak kepada SPBU bukan Pertamina.
b. Penambahan Objek yang dikecualikan dari
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu atas impor barang untuk kegiatan
hulu minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja sama dan
atas pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
c. Kenaikan batas pengecualian pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembayaran sehubungan dengan pembelian barang
yang semula paling banyak Rp 1.000.000,00 menjadi paling banyak Rp
2.000.000,00.
3. Saat jatuh tempo penyetoran dan
pelaporan
Penyetoran
dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan sesuai jangka
waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan
pemungutan pajak. Saat ini peraturan yang berlaku adalah Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran
dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.
4. Para Kepala Kantor Wilayah diminta
untuk:
a. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
terkait atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
b. mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri
Keuangan dimaksud di lingkungan wilayah kerja masing-masing.
5. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan
Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan diminta untuk
melakukan sosialisasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud.
Demikian
untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 6 September 2010
DIREKTUR
JENDERAL
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar