Jumat, 14 Desember 2012

PPH 26

Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

Pemotong PPh Pasal 26
  1. Badan Pemerintah;
  2. Subjek Pajak dalam negeri;
  3. Penyelenggara Kegiatan;
  4. BUT;
  5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26
  1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
    1. dividen;
    2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    5. hadiah dan penghargaan
    6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
    7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
    8. Keuntungan karena pembebasan utang.
  2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
    1. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
    2. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
  3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
  4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
  5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
  1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
  2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
    1. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
    2. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
    3. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
  3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
  4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pengecualian
  1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
    1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
    2. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
    3. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
  2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Daftar Obyek Pemotongan PPh Pasal 26 

 Obyek Pemotongan 
X   Jumlah Bruto
 X Penghasilan Netto
 Penghasilan Netto
 Sifat

Dividen

20 %
 
 
Final
bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
20 %
 
 
Final
Royalti
20 %
 
 
Final

Sewa

20 %
 
 
Final
Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
20 %
 
 
Final
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
20 %
 
 
Final
Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun
20 %
 
 
Final
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
20 %
 
 
Final
Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2),
 
20 %
Final
Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri
 
20 %
Diatur dalam KMK : 624/KMK.04/1994
Final
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha (BUT) tetap di Indonesia kecuali ditanamkan kembali di Indonesia (diatur oleh KMK 602/KMK.04/1994)
20 %
 
 
Final
Dalam hal terdapat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Tarif berdasarkan P3B antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil yang dipergunakan
 
 
 
 
 




SIFAT PEMOTONGAN

Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :
  1. Pemotongan atau penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
  2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
  3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT.

SAAT TERUTANG, CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN SPT MASA PPH PASAL 26
  1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung yang mana terjadi lenih dahulu.
  2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
  • ·         Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri
  • ·         Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak
  • ·         Lembar ketiga untuk arsip Pemotong
  1. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
  2. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Misalnya, Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2011, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2011, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2011.
Pengecualian :
  1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat :
      1. a.       Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau `peserta pendiri.
      2. b.      Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
      3. c.       Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan mulai berproduksi komersil.
  1. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar