PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 10/PMK.011/2008
TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG
GANDUM/TERIGU
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka menstabilkan harga
pangan pokok berupa gandum dan tepung gandum/terigu yang bertujuan untuk
meringankan beban masyarakat, perlu ditempuh kebijakan berupa Pajak Pertambahan
Nilai ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung
gandum/terigu;
b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor
dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4778);
4. Keputusan
Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai
Ditanggung Pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dibayar oleh
Pemerintah dengan pagu anggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2008.
Pasal 2
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri
gandum (Pos Tarif 1001.10.00.00) dan tepung gandum/terigu (Pos Tarif
1101.00.10.00) oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung Pemerintah.
Pasal 3
(1) Permohonan untuk mendapatkan Pajak
Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor gandum dan tepung
gandum/terigu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya
membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK-10/PMK.011/2008"
pada Surat Setoran Pajak.
(3) Direktur Jenderal Bea dan Cukai
menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung Pemerintah setiap triwulan kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya triwulan.
Pasal 4
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat Faktur Pajak dengan
membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR
10/PMK.011/2008".
Pasal 5
Direktur
Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan untuk melaksanakan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 6
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) hari sejak tanggal
ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 4 Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 14/PMK.011/2008
TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG CURAH DI DALAM
NEGERI
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka meringankan beban
masyarakat perlu melanjutkan kebijakan stabilisasi harga minyak goreng;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan
kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi minyak goreng
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan
perubahannya;
c. bahwa dan berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas
Penyerahan Minyak Goreng Curah Di Dalam Negeri;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4778);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS
PENYERAHAN MINYAK GORENG CURAH DI DALAM NEGERI.
Pasal 1
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng curah di dalam
negeri oleh Pengusaha Kena Pajak dibayar oleh Pemerintah.
Pasal 2
Minyak
goreng curah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah minyak goreng sawit
curah dan tidak bermerek.
Pasal 3
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng curah di dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membuat Faktur Pajak dengan
membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR
14/PMK.011/2008".
Pasal 4
Tata cara
penatausahaan perpajakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 5
Pada saat
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
118/PMK.011/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas
Penyerahan Minyak Goreng Curah di dalam Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 6
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya
laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 4 Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 15/PMK.011/2008
TANGGAL 4 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG DALAM KEMASAN DI
DALAM NEGERI
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka stabilisasi harga
minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri perlu menetapkan kebijakan Pajak
Pertambahan Nilai dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan minyak goreng dalam
kemasan di dalam negeri;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi minyak goreng dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya;
c. bahwa dan berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar oleh Pemerintah atas
Penyerahan Minyak Goreng Dalam Kemasan di Dalam Negeri;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4778);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS
PENYERAHAN MINYAK GORENG DALAM KEMASAN DI DALAM NEGERI.
Pasal 1
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng dalam kemasan di
dalam negeri oleh Pengusaha Kena Pajak dibayar oleh Pemerintah.
Pasal 2
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng dalam kemasan di dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membuat Faktur Pajak dengan
membubuhkan cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR
15/PMK.011/2008".
Pasal 3
Tata cara
penatausahaan perpajakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) hari sejak tanggal
ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 4 Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 25/PMK.011/2008
TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN DALAM NEGERI GANDUM
POS TARIF 1001.90.19.00
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka menstabilkan harga
pangan pokok berupa gandum yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat,
perlu ditempuh kebijakan berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah
atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum;
b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dianggarkan subsidi dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 dan perubahannya,
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor
dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4778);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN DALAM NEGERI GANDUM POS TARIF 1001.90.19.00.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai
Ditanggung Pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dibayar oleh
Pemerintah dengan pagu anggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2008.
Pasal 2
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri
gandum Pos Tarif 1001.90.19.00 oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung Pemerintah.
Pasal 3
(1) Permohonan untuk mendapatkan Pajak
Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor gandum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya
membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK-25 /PMK.011/2008"
pada Surat Setoran Pajak.
(3) Direktur Jenderal Bea dan Cukai
menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung Pemerintah setiap triwulan kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya triwulan.
Pasal 4
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan dalam negeri gandum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN
DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008".
Pasal 5
Direktur
Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan untuk melaksanakan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 6
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada tanggal
: 8
Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 29/PMK.011/2011
TANGGAL 28 PEBRUARI 2011
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG SAWIT CURAH DI DALAM
NEGERI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa melalui surat Nomor
181/M-DAG/2/2011 tanggal 9 Februari 2011, Menteri Perdagangan menyampaikan
kepada Menteri Keuangan bahwa berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas
(Rakortas) Ketahanan Pangan pada tanggal 9 Februari 2011 di Kantor Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian telah diputuskan untuk memberikan fasilitas
berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah Tahun 2011 juga
diperuntukkan bagi minyak goreng curah;
b. bahwa dalam rangka mendukung stabilisasi
harga pangan, atas penyerahan minyak goreng di dalam negeri perlu diberikan
subsidi berupa Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 3 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas
Penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah Di Dalam Negeri Untuk Tahun Anggaran 2011;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5167);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak
Ditanggung Pemerintah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS
PENYERAHAN MINYAK GORENG SAWIT CURAH DI DALAM NEGERI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011.
Pasal 1
(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas penyerahan minyak goreng sawit curah di dalam negeri oleh Pengusaha Kena
Pajak ditanggung Pemerintah.
(2) Pajak Pertambahan Nilai ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan belanja subsidi pajak
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung
Pemerintah.
(3) Pajak Pertambahan Nilai ditanggung
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan pagu anggaran
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 dan perubahannya.
Pasal 2
Minyak
goreng sawit curah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah minyak goreng
sawit curah dan tidak bermerek.
Pasal 3
Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng sawit curah di dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib membuat Faktur Pajak dengan
membubuhkan cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 29/PMK.011/2011”.
Pasal 4
(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara sebagai Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
menetapkan Direktur Jenderal Pajak selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk
melaksanakan pembayaran subsidi pajak ditanggung Pemerintah.
(2) Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur
Potensi Kepatuhan dan Penerimaan memerintahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen
dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sesuai tugasnya masing-masing
untuk:
a. membuat Surat Permintaan Pembayaran
atas realisasi belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah;
b. membuat
Surat Perintah Membayar; dan
c. menyampaikan Surat Perintah Membayar
kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara, untuk mendapatkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai
pelaksanaan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk subsidi
pajak ditanggung Pemerintah.
Pasal 5
Tata cara
penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah yang diperlukan
dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 6
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan sampai dengan
tanggal 31 Desember 2011.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 28 Februari 2011
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 28 Februari 2011
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 108
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 31/PMK.03/2008
TANGGAL 19 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA
PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa
sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN 2001 tentang
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang
Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang
Bersifat Strategis;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN
2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18
TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
4. Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN
2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah nomor 31 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4726);
5. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan
atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG
DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS.
Pasal I
Beberapa
ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah
beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan
Menteri Keuangan:
1. Nomor 363/KMK.03/2002;
2. Nomor 371/KMK.03/2003;
3. Nomor 11/PMK.03/2007,
diubah
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah dengan
menambah 1 (satu) huruf pada angka 1 yakni huruf i dan menambah 2 (dua) angka
yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang
bersifat strategis adalah:
a. barang
modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun
terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan
ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak,
unggas dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit
dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa
oleh Perusahaan Air Minum;
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan
daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
i. Rumah Susun Sederhana Milik
(RUSUNAMI).
2. Barang hasil pertanian sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf c adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha
di bidang:
a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan,
perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan
baik dari penangkapan atau budidaya;
yang dipetik langsung, diambil
langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal
dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih
lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah nomor 7 TAHUN
2007.
3. dihapus.
4. dihapus.
5. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i adalah bangunan bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang' dipergunakan sebagai tempat hunian yang
dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian
maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui
kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi
ketentuan:
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21
m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam
meter persegi);
b. harga jual untuk setiap hunian tidak
melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
c. diperuntukkan
bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00
(empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan
rumah susun sederhana; dan
e. merupakan unit hunian pertama yang
dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindah tangankan
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
6. Termasuk dalam pengertian Rusunami
adalah Rusunami sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang diserahkan kepada bank
dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk
dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah; dan
b. rumah tersebut harus dijual kembali
kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.
2. Ketentuan Pasal 4 diubah dengan
menambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Atas impor dan/atau penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam
rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan
diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a),
sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor
dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
(2) Orang pribadi atau badan yang melakukan
impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, dan d, dan/atau
menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan
mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
(2a) Orang pribadi atau bank dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang menerima penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan untuk memperoleh Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor
dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
(4) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas
Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam
jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
(5) Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
tidak diperlukan Surat Setoran Pajak.
(6) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas
impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibubuhi cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA
KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007" oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai."
4. Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah,
sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Orang atau badan yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini, wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
(2) Menyimpang dari ketentuan pada ayat (1),
terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
g atau huruf h, tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
(3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA
KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007.
5. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan
2 (dua) pasal yakni Pasal 6A dan Pasal 6B, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diberikan kepada Orang
pribadi yang wajib memiliki atau membuat:
a. Surat keterangan dari pemberi kerja
mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli
adalah karyawan;
b. Surat pernyataan mengenai besarnya
penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan pekerjaan
bebas; dan
c. Surat pernyataan bahwa rumah tersebut
adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat
tinggal.
(2) Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diserahkan kepada bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah pada saat
mengajukan permohonan kredit pemilikan Rusunami.
Pasal 6B
(1) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf i yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
5, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Jika pengembang atau bank dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang melakukan penyerahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
6. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak impor
dan/atau perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib
dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang
bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(2) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang
diserahkan kepada Orang pribadi, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan
semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak perolehannya, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut
dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(3) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang
diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 6.
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat tersebut.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan."
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya
laku surut terhitung sejak tanggal 1 Mei 2007.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 19 Februari 2008
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 31/PMK.03/2011
TANGGAL 28 PEBRUARI 2011
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA,
RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA
DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah
dan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan bantuan pembiayaan
perumahan, Pemerintah telah memberikan kebijakan berupa bantuan fasilitas
likuiditas pembiayaan perumahan;
b. bahwa dengan meningkatnya harga tanah
dan bangunan, pemberian fasilitas perpajakan atas rumah sederhana dan rumah
sangat sederhana dengan dasar harga rumah menjadi tidak memadai lagi, sehingga
perlu dilakukan penyesuaian batasan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana
yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah
Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan
Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5069);
3. Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah nomor 38 TAHUN 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan
atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan
Jasa Kena Pajak Tertentu;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah
Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan
Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
80/PMK.03/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
36/PMK.03/2007, TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH
SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN
LAINNYA, YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI.
Pasal I
Mengubah
ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang
Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok
Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas
Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, dengan
mengubah ayat (1) dan menghapus ayat (2), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 adalah rumah yang perolehannya secara tunai ataupun
dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau
melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
a. luas bangunan tidak melebihi 36 m2
(tiga puluh enam meter persegi);
b. harga jual tidak melebihi
Rp70.000.000,00(tujuh puluh juta rupiah); dan
c. merupakan rumah pertama yang dimiliki,
digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
(2) Dihapus.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 28 Pebruari 2011
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan
di Jakarta
Pada
tanggal 28 Pebruari 2011
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 110
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 80/PMK.03/2008
TANGGAL 23 MEI 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH
SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA
MAHASISWA DAN PELAJAR SERTA PERUMAHAN LAINNYA YANG ATAS PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka mendukung program Pemerintah untuk mewujudkan tersedianya
perumahan yang terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, berupa rumah
sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana untuk dimiliki dan
untuk menyesuaikan perubahan batasan maksimum harga jual rumah sederhana dan rumah
sangat sederhana yang diperbolehkan untuk dibeli melalui Kredit Pemilikan Rumah
bersubsidi baik syariah maupun konvensional, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007
tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana,
Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas
Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3986);
2. Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah nomor 38 TAHUN 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan
atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan
Jasa Kena Pajak Tertentu;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah sangat Sederhana, Rumah
Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan
Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT SEDERHANA, RUMAH
SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR SERTA PERUMAHAN
LAINNYA YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
Pasal I
Ketentuan
Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah
Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama
Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan
dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diubah sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah
Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui
fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
a. harga
jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan
b. merupakan rumah pertama yang dimiliki,
digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
(2) Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah
Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH)
dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a. harga
jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);
b. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk
dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
c. rumah tersebut harus dijual kembali
kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
dibeli.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya
laku surut terhitung sejak tanggal 1 April 2008.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 23 Mei 2008
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-3/PJ./2008
TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
TATA CARA
PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU
PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
bahwa
dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan
Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas
Impor dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan
Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun
2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4199);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas
Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas
Impor dan/atau Penyerahan Dalam Negeri Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-146/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara
Penyampaian, Dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN GANDUM DAN TEPUNG
GANDUM/TERIGU.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Gandum adalah Gandum yang termasuk
dalam Pos Tarif 1001.10.00.00 dan/atau Pos Tarif 1001.90.19.00.
2. Tepung Gandum/Terigu adalah tepung
gandum/terigu yang termasuk dalam Pos Tarif 1101.00.10.00.
3. Pengusaha Kena Pajak adalah importir
atau produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan impor dan/atau
penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu.
Pasal 2
(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh Pengusaha
Kena Pajak ditanggung pemerintah.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas impor Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang ditanggung pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipungut pada saat impor.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang ditanggung pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
pada saat penyerahannya.
Pasal 3
(1) Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan
lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) untuk impor Gandum dan Tepung
Gandum/Terigu dibubuhi:
a. cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS
PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00 dan
untuk impor Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
b. cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS
PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00.
(2) Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan
Faktur Pajak untuk setiap transaksi penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu.
(3) Penerbitan Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan pada saat penyerahan.
(4) Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu adalah 07.
(5) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus dibubuhi:
a. cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif
1001.10.00.00 dan untuk penyerahan Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif
1101.00.10.00;
b. cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif
1001.90.19.00.
Pasal 4
(1) Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan
lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) dilaporkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1107 B pada butir II.
(2) Faktur Pajak Standar atas penyerahan
Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai dengan
tata cara pelaporan atas penyerahan yang PPN dan/atau PPn BM Tidak Dipungut
kepada selain Pemungut PPN.
(3) Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan
Gandum dan Tepung Gandum/Terigu dilaporkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1107 A
pada butir III dengan mengisikan nilai harga jual pada kolom DPP, sedangkan
nilai PPN yang terutang pada kolom PPN tidak perlu diisi.
Pasal 5
(1) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang digunakan untuk menghasilkan dan/atau menyerahkan Gandum dan Tepung
Gandum/Terigu merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat dikreditkan.
Pasal 6
(1) Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan
oleh Pengusaha Kena Pajak menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar
tersebut dapat dimintakan Pengembalian oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Tata cara penyelesaian permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Pasal 7
(1) Pengusaha Kena Pajak importir diwajibkan
membuat daftar rincian Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran
Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor yang Pajak Pertambahan Nilai-nya
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan
menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Pengusaha Kena Pajak diwajibkan membuat
daftar rincian Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan yang Pajak
Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1), dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
daftar rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau (2) sebagai lampiran
kelengkapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN.
(4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak
menyampaikan SPT Masa PPN dengan cara elektronik melalui e-filing maka lampiran
daftar rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) wajib
disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) bersamaan dengan penyampaian
Induk SPT-nya.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak
menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk media elektronik maka daftar rincian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) wajib disampaikan dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) bersamaan dengan penyampaian SPT.
Pasal 8
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sesuai dengan masa berlaku Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
25/PMK.011/2008.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 8 Februari 2008
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
DARMIN
NASUTION
Lampiran
I
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-3/PJ./2008
Tanggal : 8 Februari 2008
DAFTAR
RINCIAN PPN DITANGGUNG PEMERINTAH
ATAS
IMPOR GANDUM DAN
TEPUNG
GANDUM/TERIGU
|
|||||
Masa
Pajak :
|
|||||
Nama
PKP (Importir) :
|
|||||
NPWP :
|
|||||
No
|
PPI
|
DPP
(Rupiah)
|
PPN
(Rupiah)
|
Keterangan
|
|
|
Nomor
|
Tanggal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Total
Impor
|
|
|
Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-3/PJ./2008
Tanggal : 8 Februari 2008
DAFTAR
RINCIAN PPN DITANGGUNG/DIBAYAR PEMERINTAH
ATAS
PENYERAHAN GANDUM DAN
TEPUNG
GANDUM/TERIGU
|
|||||||
Masa
Pajak :
|
|||||||
Nama
PKP :
|
|||||||
NPWP :
|
|||||||
No
|
Nama
Pembeli
|
NPWP
Pembeli
|
Faktur
Pajak
|
DPP
(Rupiah)
|
PPN
(Rupiah)
|
Keterangan
|
|
|
|
|
Kode
dan Nomor Seri
|
Tanggal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
I
|
Total
penyerahan dengan FP Standar
|
|
|
||||
II
|
Total
Penyerahan dengan FP Sederhana
|
|
|
||||
III
|
Total Penyerahan (I + II)
|
|
|
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-05/PJ./2008
TANGGAL 6 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-2/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBAYAR OLEH PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK
GORENG DI DALAM NEGERI
Bersama
ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ./2008
tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibayar Oleh
Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng di Dalam Negeri. Hal-hal yang perlu
mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Minyak Goreng adalah:
a. Minyak Goreng Sawit Curah Tidak
Bermerek;
b. Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam
Kemasan.
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan penyerahan Minyak
Goreng.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
terutang atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP dibayar oleh pemerintah.
4. Ketentuan dan tata cara pengisian
Faktur Pajak atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah sebagai berikut:
4.1. PKP wajib menerbitkan Faktur
Pajak atas setiap penyerahan Minyak Goreng;
4.2. Faktur Pajak wajib
diterbitkan pada saat penyerahan dilakukan;
4.3. Kode
Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar atas penyerahan Minyak
Goreng adalah dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan
penyerahan yang PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.4. Faktur Pajak yang diterbitkan harus
dibubuhi :
a. cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS
PMK NOMOR 14/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Sawit Curah
Tidak Bermerek;
b. cap "PPN DIBAYAR PEMERINTAH EKS PMK
NOMOR 15/PMK.011/2008" untuk penyerahan Minyak Goreng Kelapa/Sawit Dalam
Kemasan.
5. Ketentuan dan tata cara pelaporan
Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN atas penyerahan Minyak Goreng oleh PKP adalah
sebagai berikut:
5.1. PKP melaporkan Faktur Pajak
Standar atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN sesuai dengan tata
cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.2. PKP wajib melaporkan Faktur Pajak
sederhana atas penyerahan Minyak Goreng dalam SPT Masa PPN Formulir 1107A pada
butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana) dengan
mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang pada kolom PPN
(Rupiah) tidak perlu diisi;
5.3. PKP wajib membuat daftar rincian Faktur
Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Minyak Goreng dengan menggunakan format
laporan sebagaimana ditetapkan;
5.4. PKP wajib melaporkan daftar
rincian sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 sebagai lampiran kelengkapan SPT
Masa PPN;
5.5. Daftar rincian Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari SPT Masa PPN.
6. PPN yang dibayar oleh PKP atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk
menghasilkan dan/atau menyerahkan Minyak Goreng merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. PPN yang dibayar oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8. Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan
oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat
dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9. Untuk kepentingan perhitungan dan
pengawasan pelaksanaan PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak
Goreng oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan terhadap PKP maka
diminta:
9.1. Kepala KPP untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan
daftar rincian PPN yang dibayar oleh pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng;
b. Membuat daftar rincian PKP sebagaimana
dimaksud pada butir 2 (dua), dengan membagi dalam dua kelompok yakni kelompok
produsen/pabrikan dan distributor/pengecer Minyak Goreng;
c. Mengkompilasi daftar rincian PPN yang
dibayar oleh Pemerintah atas penyerahan Minyak Goreng dan mengirimkan ke Kepala
Kantor Wilayah DJP masing-masing paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format
laporan pada lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
d. Menyelesaikan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku
9.2. Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada
wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN dibayar Pemerintah atas
penyerahan Minyak Goreng;
b. Mengkompilasi laporan dari KPP dan
mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur
Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format
laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
9.3. Laporan Kompilasi sebagaimana
tersebut pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data
tersebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan
atas PPN yang dibayar oleh pemerintah.
Dengan
terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ./2007 tanggal 25 September 2007, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-sebaiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 06 Februari 2008
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd.
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-6/PJ./2008
TANGGAL 8 FEBRUARI 2008
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-3/PJ./2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN
GANDUM DAN TEPUNG GANDUM/TERIGU
Bersama
ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-3/PJ./2008
tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah
Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum Dan Tepung Gandum/Terigu. Hal-hal yang
perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Gandum adalah gandum yang termasuk
dalam Pos Tarif 1001.10.00.00 dan/atau Pos Tarif 1001.90.19.00. Tepung
Gandum/Terigu adalah tepung gandum/terigu yang termasuk dalam Pos Tarif
1101.00.10.00
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
importir atau produsen atau distributor atau agen atau pedagang pengecer yang
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang melakukan impor dan/atau
penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
terutang atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh
PKP ditanggung pemerintah.
4. Untuk Surat Setoran Pajak (SSP) yang
merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor dan/atau Faktur
Pajak atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP diatur sebagai
berikut:
4.1. Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan
lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) atas impor Gandum dan Tepung
Gandum/Terigu yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah harus
dibubuhi:
- cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.10.00.00
dan untuk impor Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif 1101.00.10.00;
- cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk impor Gandum Pos Tarif 1001.90.19.00
4.2. PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas
setiap penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
4.3. Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat
penyerahan dilakukan;
4.4. Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu adalah
dengan menggunakan Kode Transaksi 07 dipersamakan dengan penyerahan yang PPN
dan atau PPn BM Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN;
4.5. Faktur Pajak yang diterbitkan atas
penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu yang Pajak Pertambahan Nilai-nya
ditanggung Pemerintah harus dibubuhi:
- cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 10/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif
1001.10.00.00 dan untuk penyerahan Tepung Gandum/Terigu Pos Tarif
1101.00.10.00;
- cap "PPN DIBAYAR OLEH PEMERINTAH
EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2008" untuk penyerahan Gandum Pos Tarif
1001.90.19.00.
5. Ketentuan dan tata cara pelaporan Surat
Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI)
dan Faktur Pajak pada SPT Masa PPN atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan
Tepung Gandum/Terigu oleh PKP adalah sebagai berikut:
5.1. PKP melaporkan Surat Setoran Pajak (SSP)
yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor (PPI) pada SPT Masa PPN
Formulir 1107B, butir II;
5.2. PKP melaporkan Faktur Pajak Standar atas
penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu pada SPT Masa PPN sesuai dengan tata
cara pelaporan untuk Kode Transaksi 07;
5.3. PKP wajib melaporkan Faktur Pajak
Sederhana atas penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu pada SPT Masa PPN
Formulir 1107A, butir III (Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
Sederhana) dengan mengisi nilai harga jual pada kolom DPP dan PPN yang terutang
pada kolom PPN (Rupiah) tidak perlu diisi;
5.4. PKP importir wajib membuat daftar rincian
Surat Setoran Pajak (SSP) yang merupakan lampiran Pemberitahuan Pabean Impor
(PPI) atas impor yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung Pemerintah dengan
menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.5. PKP wajib membuat daftar rincian Faktur
Pajak yang diterbitkan atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya
ditanggung Pemerintah dengan menggunakan format laporan sebagaimana ditetapkan;
5.6. PKP wajib melaporkan daftar rincian
sebagaimana dimaksud pada butir 5.4 sebagai lampiran kelengkapan SPT Masa PPN;
5.7. Daftar rincian Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada butir 5.5 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa
PPN.
6. PPN yang dibayar oleh PKP atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk
menghasilkan dan/atau menyerahkan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu merupakan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. PPN yang ditanggung pemerintah
sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak dapat dikreditkan.
8. Dalam hal SPT Masa PPN yang dilaporkan
oleh PKP menunjukkan lebih bayar maka atas PPN lebih bayar tersebut dapat
dimintakan pengembalian oleh PKP. Tata cara permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9. Untuk kepentingan perhitungan dan
pengawasan pelaksanaan PPN yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan Gandum
dan Tepung Gandum/Terigu oleh PKP dan dalam rangka memberikan pelayanan
terhadap PKP maka diminta:
9.1. Kepala KPP untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengawasi pelaporan SPT Masa PPN dan
daftar rincian PPN yang ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan
Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
b. Membuat daftar rincian PKP sebagaimana
dimaksud pada butir 1 (satu), dengan membagi dalam dua kelompok yakni impor
dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
c. Mengkompilasi daftar rincian PPN yang
ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung
Gandum/Terigu dan mengirimkan ke Kepala Kantor Wilayah DJP masing-masing paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT
Masa PPN dengan menggunakan format laporan pada lampiran I Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini;
d. Menyelesaikan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran PPN oleh PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9.2. Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengawasi dan mengkoordinir KPP pada
wilayah kerja masing-masing dalam pelaksanaan PPN ditanggung pemerintah atas
impor dan/atau penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu;
b. Mengkompilasi laporan dari KPP dan
mengirimkan laporan kompilasi kepada Direktur Jenderal Pajak u/p Direktur
Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dengan menggunakan format
laporan pada lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini
9.3. Laporan kompilasi sebagaimana tersebut
pada butir 9.2 huruf b agar disampaikan tepat waktu mengingat data tersebut
akan digunakan sebagai dasar perhitungan DJP untuk mengajukan tagihan atas PPN
yang ditanggung pemerintah.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 8 Februari 2008
DIREKTUR
JENDERAL
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-47/PJ/2009
TANGGAL 27 APRIL 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN
PEMERINTAH nomor 28 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS
PENYERAHAN JASA KEBANDARUDARAAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA NIAGA
UNTUK PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA YANG MELAKUKAN PENERBANGAN LUAR NEGERI
Sehubungan
dengan telah ditetapkan dan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2009 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa
Kebandarudaraan Tertentu kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga untuk
Pengoperasian Pesawat Udara yang Melakukan Penerbangan Luar Negeri, dengan ini
disampaikan fotokopi Peraturan Pemerintah dimaksud. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Atas jasa kebandarudaraan tertentu
berupa:
a. pelayanan
jasa penerbangan;
b. pelayanan
jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
c. pelayanan
jasa konter;
d. pelayanan
jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
e. pelayanan
jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.
yang diserahkan oleh penyelenggara
bandar udara kepada perusahaan angkutan udara niaga nasional maupun asing yang
melakukan kegiatan penerbangan luar negeri dibebaskan dari pengenaan PPN.
2. Pembebasan dari pengenaan PPN tersebut
diberikan dengan syarat bahwa pesawat yang melakukan penerbangan luar negeri
tersebut tidak mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dalam negeri dari satu
bandar udara ke bandar udara lainnya di Indonesia. Khusus untuk pesawat yang
dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga asing, disamping syarat
tersebut juga disyaratkan adanya asas timbal balik, yaitu negara dimana
perusahaan angkutan udara niaga asing yang bersangkutan berkedudukan juga
memberikan perlakuan perpajakan yang sama terhadap pesawat udara yang
dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yang melakukan
penerbangan luar negeri di negara tersebut.
3. Apabila syarat pada butir 2 tidak
terpenuhi maka PPN yang terutang atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu
tersebut wajib dibayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal tidak
terpenuhinya syarat dimaksud, dimana apabila PPN yang terutang tidak dibayar
dalam jangka waktu tersebut maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk menagih pokok pajak
dimaksud beserta sanksi administrasinya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku.
4. Atas penyerahan jasa kebandarudaraan
tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN tetap wajib diterbitkan Faktur
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan, namun pada Faktur
Pajaknya diberi cap atau keterangan yang bertuliskan “PPN dibebaskan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009”.
5. Peraturan Pemerintah tersebut mulai
berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 24 Maret 2009.
Demikian
untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan
dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 27 April 2009
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
DARMIN
NASUTION
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-86/PJ/2009
TANGGAL 7 SEPTEMBER 2009
TENTANG
PENJELASAN MENGENAI
PPN ATAS IMPOR/PENYERAHAN KAPAL TONGKANG
Sehubungan
dengan masih adanya pertanyaan Wajib Pajak mengenai apakah PPN atas
impor/penyerahan kapal tongkang termasuk yang dibebaskan dari pengenaan PPN
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang
Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa
Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, dengan ini disampaikan
penjelasan sebagai berikut:
1. Bahwa berdasarkan penjelasan pasal 16B
ayat (1) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000,
menjelaskan antara lain bahwa dalam rangka mendorong pengembangan armada
nasional dibidang angkutan darat, air, dan udara dapat diberikan kemudahan
dibidang perpajakan secara terbatas berupa pajak terutang tidak dipungut
sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau
dibebaskan dari pengenaan pajak dengan Peraturan Pemerintah.
2. Berdasarkan Pasal 1 angka 36
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, diatur bahwa Kapal adalah kendaraan
air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin,
tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
3. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4
Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan
Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak
Tertentu menetapkan bahwa impor kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda,
kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau keselamatan manusia yang dilakukan dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau Perusaahaan Penangkapan Ikan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4
Peraturan Pemerintah nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 huruf e dan
Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan
Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu menetapkan
bahwa penyerahan kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan
kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan,
kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan manusia kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan
penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan
usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas,
dengan ini ditegaskan bahwa:
a. atas impor kapal tongkang yang
dilakukan dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran Niaga Naisonal atau
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa
kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau
dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
b. atas penyerahan kapal tongkang kepada
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 7 September 2009
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-118/PJ/2009
TANGGAL 29 DESEMBER 2009
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI ATAS PENYERAHAN AIR BERSIH
Dalam
rangka memberikan kejelasan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Air
Bersih, dengan ini dijelaskan dan ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai antara lain diatur:
a. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b. Pasal 16B, bahwa dengan Peraturan
Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau
seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari
pengenaan pajak antara lain untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau
penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu.
Dalam penjelasan pasal ini
selanjutnya dijelaskan bahwa kemudahan perpajakan yang diatur dalam pasal ini
diberikan terbatas salah satunya untuk mendorong pembangunan nasional dengan
membantu tersedianya barang-barang yang bersifat strategis setelah
berkonsultasi dengan DPR.
2. Sesuai Pasal 4A Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai juncto Peraturan Pemerintah nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis
Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, air bersih tidak
termasuk barang yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai,
sehingga Air Bersih adalah Barang Kena Pajak.
3. Peraturan Pemerintah nomor 12 TAHUN
2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 2007, menetapkan bahwa:
a. Air bersih yang dialirkan melalui pipa
oleh Perusahaan Air Minum adalah Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis.
b. Atas penyerahan air bersih tersebut
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Selanjutnya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 31/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang
Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang
Bersifat Strategis juncto Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-539/PJ./2001 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Air Bersih
oleh Perusahaan Air Minum, mengatur bahwa:
a. Air bersih adalah air bersih yang belum
siap untuk diminum yang dihasilkan dan diserahkan oleh Perusahaan Air Minum
dengan cara dialirkan melalui pipa atau dengan cara lain seperti diserahkan
melalui tangki air.
b. Perusahaan Air Minum adalah Perusahaan
Air Minum milik Pemerintah atau Swasta, baik merupakan kegiatan dari satu
divisi atau seluruh divisi dari perusahaan tersebut yang dalam kegiatan
usahanya menghasilkan dan melakukan penyerahan air bersih.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas
dengan ini ditegaskan:
a. Air bersih adalah Barang Kena Pajak,
sehingga atas penyerahan air bersih oleh pengusaha di dalam daerah pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pengusaha adalah Pengusaha Kena Pajak
atau yang seharunya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
c. Air bersih yang ditetapkan sebagai
Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis adalah air bersih yang memenuhi
kriteria/syarat:
1) air bersih yang belum siap untuk
diminum;
2) yang dihasilkan dan diserahkan oleh
Perusahaan Air Minum;
3) dengan cara dialirkan melalui pipa atau
dengan cara lain seperti diserahkan melalui tangki air.
Kriteria/persyaratan
tersebut bersifat kumulatif, sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi
maka air bersih tersebut bukan merupakan Barang Kena Pajak Yang Bersifat
Strategis.
d. Perusahaan yang bidang usahanya bukan
sebagai Perusahaan Air Minum, seperti Pengelola Kawasan Industri (Industrial
Estate), maka perusahaan tersebut bukan merupakan Perusahaan Air Minum
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas, sehingga air bersih yang
dihasilkan dan diserahkan tidak termasuk dalam kriteria air bersih yang ditetapkan
sebagai Barang Kena Pajak Yang Bersifat Strategis.
e. Perusahaan Air Minum yang disamping
melakukan penyerahan air bersih yang ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Yang
Bersifat Strategis, juga melakukan penyerahan Barang dan/atau Jasa yang
terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Perusahaan Air Minum tersebut waijb
memungut PPN yang terutang dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 29 Desember 2009
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
SURAT EDARAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR SE-119/PJ/2010
TANGGAL 16 NOPEMBER 2010
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UMUM DI JALAN
Sehubungan
dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas
jasa angkutan umum di jalan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air
yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2006, dengan ini disampaikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A
ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bahwa
jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu
dalam kelompok jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.
2. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1
angka 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa di Bidang
Angkutan Umum di Darat dan di Air yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
28/PMK.03/2006, bahwa yang dimaksud dengan Kendaraan Angkutan Umum adalah
kendaraan motor yang dipergunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau
barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek
maupun tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan
dasar kuning dan tulisan hitam.
3. Berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada butir 1 dan butir 2, dengan ini ditegaskan bahwa penyerahan jasa
Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai sepanjang menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda
nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, termasuk penyerahan jasa
Angkutan Umum di jalan dengan menggunakan Kendaraan Angkutan Umum yang bersifat
charter atau sewa.
Demikian
untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam
wilayah kerja Saudara masing-masing.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 16 November 2010
DIREKTUR
JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar