PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 02/PMK.03/2010
TANGGAL 8 JANUARI 2010
TENTANG
BIAYA PROMOSI YANG
DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka untuk lebih
memberikan kepastian hukum dan memberikan kesamaan perlakuan bagi Wajib Pajak,
perlu penyesuaian terhadap pengaturan mengenai biaya promosi yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto;
b. bahwa biaya promosi sebagaimana dimaksud
pada huruf a adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan
penjualan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) angka 7 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan biaya Promosi adalah bagian
dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka
memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung
maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Pasal 2
Besarnya
Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi
dari jumlah:
a. biaya periklanan di media elektronik,
media cetak, dan/atau media lainnya;
b. biaya pameran produk;
c. biaya pengenalan produk baru; dan/atau
d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan
promosi produk.
Pasal 3
Tidak
termasuk Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. pemberian imbalan berupa uang dan/atau
fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah
dikenai pajak bersifat final.
Pasal 4
Dalam hal
promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel
produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok
penjualan.
Pasal 5
Biaya
Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak
Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 6
(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar
nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
yang dikeluarkan kepada pihak lain.
(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor
Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.
(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan
Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan PPh Badan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pasal 7
Pada saat
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
104/PMK.03/2009 tentang Biaya Promosi dan Penjualan yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 8 Januari 2010
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
Diundangkan
di Jakarta
Pada
tanggal 8 Januari 2010
MENTERI
HUKUM DAN
HAK ASASI
MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 6
LAMPIRAN
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.03/2010 TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR NOMINATIF BIAYA
PROMOSI
Nama
Wajib Pajak :
NPWP :
Alamat :
Tahun
Pajak :
No.
|
Data
Penerima
|
Pemotongan
PPh
|
|||||||
Nama
|
NPWP
|
Alamat
|
Tanggal
|
Bentuk
dan Jenis Biaya
|
Jumlah
(Rp)
|
Keterangan
|
Jumlah
PPh
|
Nomor
Bukti Potong
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
...............................,.................
Nama
Wajib Pajak
_______________________________________________________________________________________
MENTERI
KEUANGAN,
Salinan
sesuai dengan aslinya, ttd
Kepala
Biro Umum SRI
MULYANI INDRAWATI
u.b.
Kepala
Bagian T.U. Departemen
ttd
Antonius
Suharto
NIP
060041107
PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR 6/PJ/2011
TANGGAL 21 MARET 2011
TENTANG
PELAKSANAAN
PEMBAYARAN DAN PEMBUATAN BUKTI PEMBAYARAN ATAS ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN
YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan
yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pelaksanaan Pembayaran dan
Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya
Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);
3. PERATURAN PEMERINTAH nomor 60 TAHUN
2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Yang Dapat
Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan
yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN DAN PEMBUATAN BUKTI
PEMBAYARAN ATAS ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal 1
Zakat
atau Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto meliputi:
a. zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
b. sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh
Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama
Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan Pemerintah.
Pasal 2
(1). Wajib Pajak yang melakukan pengurangan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.
(2). Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
a. dapat berupa bukti pembayaran secara
langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan
Tunai Mandiri (ATM); dan
b. paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar;
2) Jumlah pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil
zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat;
lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan
Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau
6) Validasi petugas bank pada bukti
pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.
Pasal 3
Zakat
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila:
a. tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak
kepada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk
atau disahkan Pemerintah; dan/atau
b. bukti pembayarannya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 4
(1). Pengurangan zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib tersebut.
(2). Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
sebagaimana ayat (1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.
Pasal 5
Pada saat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku. Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ./2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Pada saat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, pelaksanaan pembayaran dan
pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang dilaksanakan sejak
tanggal 1 Januari 2009 berlaku ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 7
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 21 Maret 2011
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
ttd
A. FUAD
RAHMANY
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 57/PMK.03/2010
TANGGAL 9 MARET 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG
NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka memberikan kepastian
hukum dan untuk lebih memberikan keseimbangan hak dan kewajiban Wajib Pajak,
perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat
(1) huruf h Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang
Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG
nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun
2009;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal I
Beberapa
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang
Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 diubah
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai
dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah
dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
3. Penerbitan umum atau khusus adalah
penerbitan yang meliputi:
a. Penerbitan umum adalah pemuatan
pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media massa cetak yang
lazim lainnya yang berskala nasional; atau
b. Penerbitan khusus adalah pemuatan
pengumuman pada:
1) penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik
Negara (HIMBARA) / Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS);
2) penerbitan/pengumuman khusus Bank
Indonesia; dan/atau
3) penerbitan
yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan
pihak kreditur menjadi anggotanya.
2. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) diubah,
diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a),
sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam
laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu.
(1a) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berbentuk hard copy dan/atau
soft copy.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
(3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang
debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang
diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai
akibat adanya pemberian:
a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera
(Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan
kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi
peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit
modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai
pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani
yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka
intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana
(KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk
pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit
yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
f. Kredit kecil lainnya dalam rangka
kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan
koperasi.
(4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
3. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6
disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A
Apabila Piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dibayar seluruhnya atau
dibayar sebagian oleh debitur, jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau
dibayar sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak
diterimanya pembayaran.
Pasal II
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 9 Maret 2010
MENTERI
KEUANGAN,
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 9 Maret 2010
MENTERI
HUKUM DAN
HAK ASASI
MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123
PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 60 TAHUN 2010
TANGGAL 20 AGUSTUS 2010
TENTANG
ZAKAT ATAU SUMBANGAN
KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 7
TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
beberapa kali telah diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG
DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal 1
(1) Zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:
a. zakat atas penghasilan yang dibayarkan
oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak
badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
b. sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh
Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama
Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
(2) Zakat atau sumbangan keagamaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang atau yang disetarakan
dengan uang.
Pasal 2
Apabila
pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak
dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat, atau lembaga
keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) maka pengeluaran tersebut
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pasal 3
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 4
Pada saat
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2009 berlaku ketentuan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 20 Agustus 2010
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 23 Agustus 2010
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 98
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 60 TAHUN 2010
TENTANG
ZAKAT ATAU SUMBANGAN
KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB
YANG DAPAT
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
UMUM
Penghasilan
yang dikecualikan dari Objek Pajak seperti zakat atau sumbangan keagamaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 Undang-Undang nomor
7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pada
prinsipnya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang membayar pengeluaran tersebut dalam
rangka menghitung penghasilan kena pajak.
Selain
itu, untuk mendorong masyarakat dalam menjalankan kewajiban keagamaan berupa
membayar zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia serta untuk lebih meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi penggunaannya maka Wajib Pajak yang membayar zakat melalui badan
amil zakat atau lembaga amil zakat dan Wajib Pajak yang memberikan sumbangan
keagamaan melalui lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, juga diberikan fasilitas perpajakan. Fasilitas perpajakan tersebut
berupa diperbolehkannya zakat atau sumbangan keagamaan tersebut dikurangkan
dari penghasilan bruto.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak mengeluarkan zakat
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1), tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Oleh
karena itu, apabila Wajib Pajak pemeluk agama Islam membayar zakat bukan kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah maka zakat yang dibayarkan tersebut tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto. Demikian juga apabila Wajib Pajak selain pemeluk agama Islam
membayar sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia bukan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, maka pembayaran tersebut juga tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Contoh:
Badu
merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha. Badu membayar zakat
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Zakat tersebut tidak disalurkan
melalui badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah, tetapi secara langsung diberikan kepada perorangan atau
keluarga yang berhak untuk menerimanya. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini
maka zakat yang dibayarkan oleh Badu tersebut tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dan bagi penerima zakatnya dikecualikan dari penghasilan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5148
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 76/PMK.03/2011
TANGGAL 5 APRIL 2011
TENTANG
TATA CARA PENCATATAN
DAN PELAPORAN SUMBANGAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELlTIAN
DAN PENGEMBANGAN, SUMBANGAN FASILlTAS PENDlDlKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA,
DAN BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI
PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 PERATURAN PEMERINTAH nomor 93 TAHUN 2010
tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan
Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan
Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan
Bruto, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pencatatan
dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian
dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga,
dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun
2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian
dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga,
dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 160,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5182);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENCATATAN DAN PELAPORAN SUMBANGAN
PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELlTlAN DAN PENGEMBANGAN,
SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA, DAN BlAYA
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal 1
Sumbangan
dari/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan
bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak terdiri atas:
a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan
bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang
disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau
disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah
mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana
penanggulangan bencana;
b. Sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga
penelitian dan pengembangan;
c. Sumbangan fasilitas pendidikan, yang
merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui
lembaga pendidikan;
d. Sumbangan. dalam rangka pembinaan
olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan
mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi
yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
e. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan
prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
Pasal 2
(1) Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:
a. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto
fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak PenghasiIan Tahun Pajak
sebelumnya;
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya
tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dan
d. lembaga yang menerima sumbangan
dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang
dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Pajak Penghasilan.
(2) Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya
pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi
5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
Pasal 3
Sumbangan
dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
Pasal 4
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diberikan dalam bentuk
uang dan/atau barang.
(2) Biaya pembangunan infrastruktur sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e diberikan hanya dalam bentuk sarana
dan/atau prasarana.
Pasal 5
(1) Nilai sumbangan dalam bentuk barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditentukan berdasarkan:
a. nilai perolehan, apabila barang yang
disumbangkan belum disusutkan;
b. nilai buku fiskal, apabila barang yang
disumbangkan sudah disusutkan; atau
c. harga pokok penjualan, apabila barang
yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
(2) Nilai biaya pembangunan infrastruktur
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditentukan berdasarkan
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
Pasal 6
Sumbangan
dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib dicatat sesuai dengan
peruntukannya oleh pemberi sumbangan.
Pasal 7
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d, dikurangkan dari
penghasilan bruto pada tahun pajak sumbangan tersebut diserahkan.
(2) Biaya pembangunan infrastruktur sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dikurangkan dari penghasilan bruto
pada tahun pajak infrastruktur sosial dapat dimanfaatkan.
(3) Dalam hal pembangunan infrastruktur
sosial dilaksanakan lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, biaya pembangunan
infrastruktur sosial dibebankan sekaligus sebagai pengurang penghasilan bruto
pada Tahun Pajak infrastruktur sosial dapat dimanfaatkan, dengan contoh
penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan
ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Dalam hal pembangunan infrastruktur
sosial dibiayai oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, biaya pembangunan
infrastruktur sosial yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto
adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh masing-masing Wajib Pajak.
(5) Pengeluaran masing-masing Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibatasi tidak melebihi persentase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 8
Bukti
penerimaan sumbangan dan/atau biaya wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak pemberi
sumbangan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dengan
menggunakan formulir penerimaan sumbangan sesuai contoh format sebagaimana
tercantum pada Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 9
(1) Badan penanggulangan bencana dan/atau
lembaga atau pihak yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf a harus menyampaikan laporan penerimaan dan penyaluran sumbangan kepada Direktur
Jenderal Pajak setiap triwulan.
(2) Lembaga penerima sumbangan dan/atau
biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
wajib menyampaikan laporan penerimaan sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak
paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan dan/atau biaya.
(3) Laporan penerimaan dan penyaluran
sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan menggunakan
formulir laporan penerimaan sumbangan sesuai contoh format sebagaimana
tercantum pada Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 10
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2010.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 5 April 2011
MENTERI
KEUANGAN
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 5 April 2011
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
BERlTA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 205
LAMPIRAN I
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENCATATAN DAN
PELAPORAN SUMBANGAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA, DAN
BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
CONTOH PENGHITUNGAN
BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG
DIBEBANKAN SEKALIGUS
SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO DALAM
HAL PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR SOSIAL DILAKSANAKAN
LEBIH DARI 1 (SATU)
TAHUN PAJAK
- PT DEF pada tahun 2009 mempunyai
penghasilan neto fiskal sebesar Rp800.000.000,00. Pada tahun 2010, PT DEF
mengeluarkan biaya infrastruktur sosial untuk pembangunan sebuah tempat ibadah
yang akan dimanfaatkan masyarakat Desa A sebesar Rp64.000.000,00.
- PT DEF pada tahun 2010 mempunyai
penghasilan neto fiskal sebesar Rp1.000.000.000,00.
- Pada tahun 2011, untuk menyelesaikan
pembangunan tempat ibadah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010, PT DEF
mengeluarkan tambahan biaya infrastruktur sosial sebesar Rp60.000.000,00.
- Pada tahun 2011, tempat ibadah
selesai dibangun dan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa A.
Jumlah
biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh PT DEF adalah sebagai berikut.
- Biaya infrastruktur sosial (Tahun
2010) : Rp64.000.000,00 (8% dari Rp800.000.000,00)
- Biaya infrastruktur sosial (Tahun
2011) : Rp60.000.000,00 (6% dari Rp1.000.000.000,00)
Penghitungan
jumlah biaya maksimal yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk Tahun
Pajak 2011 adalah sebagai berikut.
- Biaya infrastruktur sosial (Tahun
2010) : Rp40.000.000,00 (5% dari Rp800.000.000,00)
- Biaya infrastruktur sosial (Tahun
2011) : Rp50.000.000,00 (5% dari Rp1.000.000.000,00)
Maka
biaya infrastruktur sosial sebesar Rp90.000.000,00 (Rp40.000.000,00 +
Rp50.000.000,00) dapat dibebankan sekaligus sebagai pengurang penghasilan bruto
pada Tahun Pajak 2011.
Salinan
sesuai dengan aslinya MENTERI
KEUANGAN,
KEPALA
BIRO UMUM ttd
u.b. AGUS
D.W. MARTOWARDOJO
KEPALA
BAGIAN T.U. DEPARTEMEN
ttd
GIARTO
NIP195904201984021001
LAMPIRAN II
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENCATATAN DAN
PELAPORAN SUMBANGAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA, DAN
BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO
TANDA BUKTI
PENERIMAAN SUMBANGAN DANA/ATAU BIAYA
A. Identitas Pemberi Sumbangan
1. Nama : ……………………………………………………………………
2. Alamat : ……………………………………………………………………
3. NPWP : ……………………………………………………………………
B. Rincian Sumbangan
1. Jenis
Sumbangan : Sumbangan Bencana Nasional, Sumbangan
Pembinaan Olahraga, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Penelitian dan
Pengembangan*)
2. Bentuk
sumbangan : Uang / Barang*)
3. Nilai
Sumbangan : ……………………………………………………………………
4. Tanggal
diterima : ……………………………………………………………………
C. Identitas Penerima sumbangan
1. Nama
Lembaga / Badan : ……………………………………………………………………
2. NPWP : ……………………………………………………………………
3. Alamat : ……………………………………………………………………
4. No.
Telp. Dan Faksimili : ……………………………………………………………………
D. Khusus Infrastuktur Sosial*** :
1. Sarana
/ Prasarana Yang Diberikan : ………………………………………………………..
2. Lokasi***) : ………………………………………………………..
3. Biaya
Pembangunan : ………………………………………………………..
Infrastruktur Sosial
4. Ijin
Mendirikan Bangunan : ………………………………………………………..
Keterangan:
*) coret yang tidak perlu.
**) khusus infrastruktur sosial pemberi
biaya infrastruktur sosial cukup mengisi bagian A dan D.
***) alamat lengkap lokasi sarana dan prasarana
tersebut.
Salinan
sesuai dengan aslinya MENTERI
KEUANGAN,
KEPALA
BIRO UMUM ttd
u.b. AGUS
D.W. MARTOWARDOJO
KEPALA
BAGIAN T.U. DEPARTEMEN
ttd
GIARTO
NIP195904201984021001
LAMPIRAN III
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENCATATAN DAN
PELAPORAN SUMBANGAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA, DAN
BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Kepada
Yth.
Direktur
Jenderal Pajak
u.p.
Direktur Peraturan Perpajakan II
Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Pajak Gedung Utama Lantai 11
Jalan
Jenderal Gatot Subroto Kav 40-42
Jakarta
LAPORAN PENERIMAAN
SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA……………
TRIWULAN…………/ TAHUN
PAJAK……….
Rincian
Total Sumbangan dan/atau Biaya Uang/Barang yang Diterima
No.
|
Nama/
NPWP, Alamat Pemberi Sumbangan dan/ atau Biaya
|
Jenis
Sumbangan dan/ atau Biaya
|
Bulan/Tahun**
|
|
|
|
Barang*
|
Jumlah
|
|
1.
|
PT.A / NPWP ………./ Jl. Mawar No. 5,
Medan.
|
Obat-obatan
|
Rp 10.000.000,--
|
Juli / 2010
|
2.
|
PT. B / NPWP …….. / Jl. Melati No.
7, Palembang.
|
-
|
Rp 20.000.000,--
|
Oktober / 2010
|
Total
|
|
|
Lembaga
/ Badan Penerima Sumbangan dan/atau Biaya:
Nama : …………………………………………………………………………………………..
NPWP
…***) : …………………………………………………………………………………………..
Alamat : …………………………………………………………………………………………..
Keterangan:
* Diisi apabilan sumbangan dalam bentuk
barang, dan nilai dalam rupiah
** Diisi bulan dan tahun sumbangan dan /
atau biaya diterima
***) NPWP
tidak perlu diisi bagi lembaga / badan yang dikecualikan sebagai Subjek Pajak
Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
Salinan
sesuai dengan aslinya MENTERI
KEUANGAN,
KEPALA
BIRO UMUM ttd
u.b. AGUS
D.W. MARTOWARDOJO
KEPALA
BAGIAN T.U. DEPARTEMEN
ttd
GIARTO
NIP195904201984021001
PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 79 TAHUN 2010
TANGGAL 20 DESEMBER 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG
DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK
DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama;
b. bahwa dalam pelaksanaan kontrak kerja
sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, modal yang ditanggung oleh badan usaha
atau bentuk usaha tetap merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh
Pemerintah Republik Indonesia pada saat kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
menghasilkan produksi komersial;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 31 D Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36
TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang biaya
operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha
hulu minyak dan gas bumi;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK
PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Minyak bumi, gas bumi, minyak dan gas
bumi, eksplorasi, eksploitasi, kontrak kerja sama, Badan Pelaksana, wilayah
kerja, wilayah hukum pertambangan Indonesia, dan kegiatan usaha hulu adalah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi.
2. Kontraktor adalah badan usaha atau
bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi
pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana.
3. Operator adalah kontraktor atau dalam
hal kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest, salah
satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang
participating interest lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
4. Operasi perminyakan adalah kegiatan
yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan, penutupan dan peninggalan
sumur (plug and abandonment) serta pemulihan bekas penambangan (site
restoration) minyak dan gas bumi.
5. Lifting adalah sejumlah minyak mentah
dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer
point).
6. First Tranche Petroleum yang
selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas
bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang
dapat diambil dan diterima oleh Badan Pelaksana dan/atau kontraktor dalam tiap
tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan
produksi (own use).
7. Investment Credit yang selanjutnya
disebut insentif investasi adalah tambahan pengembalian biaya modal dalam
jumlah tertentu, yang berkaitan langsung dengan fasilitas produksi, yang
diberikan sebagai insentif untuk pengembangan lapangan minyak dan/atau gas bumi
tertentu.
8. Equity to be Split adalah hasil
produksi yang tersedia untuk dibagi (lifting) antara Badan Pelaksana dan
kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada), dan
pengembalian biaya operasi.
9. Biaya bukan modal (non capital cost)
adalah biaya yang dikeluarkan pada kegiatan operasi tahun berjalan yang
mempunyai masa manfaat kurang dari 1 (satu) tahun, termasuk survei dan
intangible drilling cost.
10. Biaya modal (capital cost) adalah
pengeluaran yang dilakukan untuk peralatan atau barang yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang pembebanannya pada tahun berjalan
melalui penyusutan.
11. Rencana kerja dan anggaran adalah suatu
perencanaan kegiatan dan pengeluaran anggaran tahunan oleh kontraktor untuk
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja.
12. Kontrak bagi hasil adalah suatu bentuk
kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian
hasil produksi.
13. Kontrak jasa adalah suatu bentuk kontrak
kerja sama untuk pelaksanaan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan
prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.
14. Participating Interest adalah hak dan
kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun
tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
15. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh
kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi
kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor
lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
16. Domestic Market Obligation yang
selanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa
minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
17. Imbalan DMO adalah imbalan yang
dibayarkan oleh Pemerintah kepada kontraktor atas penyerahan minyak dan/atau
gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang
ditetapkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
18. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
19. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas
bumi.
Pasal 2
Ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk kontrak bagi hasil dan
kontrak jasa di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pasal 3
(1) Kontraktor wajib membawa modal dan
teknologi serta menanggung risiko operasi dalam rangka pelaksanaan operasi
perminyakan berdasarkan kontrak kerja sama pada suatu wilayah kerja.
(2) Pelaksanaan operasi perminyakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif
dan efisien, prinsip kewajaran, serta kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang
baik.
Pasal 4
(1) Seluruh barang dan peralatan yang dibeli
oleh kontraktor dalam rangka operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.
(2) Atas barang dan peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pengembalian biaya operasi tidak dapat
dilakukan penilaian kembali.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan operasi perminyakan,
kontraktor wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah
praktek bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengeluaran rutin; dan
b. pengeluaran proyek.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
(4) Persetujuan Kepala Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar bagi kontraktor untuk
melaksanakan operasi perminyakan.
Pasal 6
Terhadap
pengeluaran proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, sebelum
dilaksanakan wajib mendapatkan persetujuan atorisasi pembelanjaan finansial
dari Kepala Badan Pelaksana.
Pasal 7
(1) Kontraktor mendapatkan kembali biaya
operasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh
Kepala Badan Pelaksana, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial.
(2) Produksi komersial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) statusnya ditetapkan melalui Persetujuan Menteri atas rencana
pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan.
(3) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh
biaya operasi yang telah dikeluarkan menjadi risiko dan beban kontraktor
sepenuhnya.
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan besaran minimum
bagian negara dari suatu wilayah kerja yang dikaitkan dengan lifting dalam
persetujuan rencana pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2).
(2) Penetapan besaran minimum bagian negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.
BAB II
PENGHASILAN BRUTO
DAN PENGURANG
PENGHASILAN KONTRAKTOR
Bagian Kesatu
Penghasilan Bruto
Kontraktor
Pasal 9
(1) Penghasilan bruto kontraktor terdiri
atas:
a. penghasilan dalam rangka kontrak bagi
hasil; atau
b. penghasilan dalam rangka kontrak jasa;
dan
c. penghasilan lain di luar kontrak kerja
sama.
(2) Penghitungan pajak penghasilan atas
penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian
kontraktor dari equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi
yang berasal dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi
tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena hal lain dikurangi
nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO
ditambah varian harga atas lifling.
(3) Penghitungan pajak penghasilan atas
penghasilan dalam rangka kontrak jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dihitung berdasarkan imbalan yang diterima dari Pemerintah ditambah nilai
realisasi penjualan atas minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari
pengembalian biaya operasi.
(4) Penghasilan lain di luar kontrak kerja
sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. uplift atau imbalan lain yang sejenis;
dan/atau
b. penghasilan yang berasal dari
pengalihan participating interest.
Pasal 10
(1) Untuk menjamin adanya penerimaan negara,
Menteri menetapkan besaran dan pembagian FTP.
(2) Untuk mendorong pengembangan wilayah
kerja, Menteri dapat menetapkan bentuk dan besaran insentif investasi.
Bagian Kedua
Biaya Operasi
Pasal 11
(1) Biaya operasi terdiri atas:
a. biaya eksplorasi;
b. biaya eksploitasi; dan
c. biaya lain.
(2) Biaya eksplorasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. biaya pengeboran terdiri atas:
1. biaya pengeboran eksplorasi; dan
2. biaya pengeboran pengembangan;
b. biaya geologis dan geofisika terdiri
atas:
1. biaya penelitian geologis; dan
2. biaya penelitian geofisika;
c. biaya umum dan administrasi pada
kegiatan eksplorasi; dan
d. biaya penyusutan.
(3) Biaya eksploitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. biaya langsung produksi untuk:
1. minyak bumi; dan
2. gas bumi.
b. biaya pemrosesan gas bumi;
c. biaya utility terdiri atas:
1. biaya perangkat produksi dan
pemeliharaan peralatan; dan
2. biaya uap, air, dan listrik;
d. biaya umum dan administrasi pada
kegiatan eksploitasi; dan
e. biaya penyusutan.
(4) Biaya umum dan administrasi untuk
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dan ayat (3) huruf d terdiri atas:
a. biaya administrasi dan keuangan;
b. biaya pegawai;
c. biaya jasa material;
d. biaya transportasi;
e. biaya umum kantor; dan
f. pajak tidak langsung, pajak daerah,
dan retribusi daerah.
(5) Biaya lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. biaya untuk memindahkan gas dari titik
produksi ke titik penyerahan; dan
b. biaya kegiatan pasca operasi kegiatan
usaha hulu.
Pasal 12
(1) Biaya operasi yang dapat dikembalikan
dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan:
a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di wilayah kerja
kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai
dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai
dengan rencana kerja dan anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Biaya yang dikeluarkan yang terkait
langsung dengan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
wajib memenuhi syarat:
a. untuk biaya penyusutan hanya atas
barang dan peralatan yang digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi
milik negara;
b. untuk biaya langsung kantor pusat yang
dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk
kegiatan yang:
1. tidak dapat dikerjakan oleh
institusi/lembaga di dalam negeri;
2. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga
kerja Indonesia; dan
3. tidak rutin;
c. untuk pemberian imbalan sehubungan
dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natural kenikmatan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
d. untuk pemberian sumbangan bencana alam
atas nama Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan;
e. untuk pengeluaran biaya pengembangan
masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan hanya pada masa eksplorasi;
f. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak
langsung kantor pusat dengan syarat:
1. digunakan untuk menunjang usaha atau
kegiatan di Indonesia;
2. kontraktor menyerahkan laporan keuangan
konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan
3. besarannya tidak melampaui batasan yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan
Menteri.
(3) Batasan maksimum biaya yang berkaitan
dengan remunerasi tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri.
Pasal 13
Jenis
biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan
pajak penghasilan meliputi:
a. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan
untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang
participating interest, dan pemegang saham;
b. pembentukan atau pemupukan dana
cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada
rekening bersama Badan Pelaksana dan kontraktor dalam rekening bank umum
Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia;
c. harta yang dihibahkan;
d. sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan
atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau
kealpaan;
e. biaya penyusutan atas barang dan
peralatan yang digunakan yang bukan milik negara;
f. insentif, pembayaran iuran pensiun,
dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga
kerja asing, pengurus, dan pemegang saham;
g. biaya tenaga kerja asing yang tidak
memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak
memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA);
h. biaya konsultan hukum yang tidak
terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama;
i. biaya konsultan pajak;
j. biaya pemasaran minyak dan/atau gas
bumi bagian kontraktor, kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui
Kepala Badan Pelaksana;
k. biaya representasi, termasuk biaya
jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar
nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat;
l. biaya pengembangan lingkungan dan
masyarakat setempat pada masa eksploitasi;
m. biaya pelatihan teknis untuk tenaga
kerja asing;
n. biaya terkait merger, akuisisi, atau
biaya pengalihan participating interest;
o. biaya bunga atas pinjaman;
p. pajak penghasilan karyawan yang
ditanggung kontraktor maupun dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan pajak
penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga
yang ditanggung kontraktor atau di-gross up;
q. pengadaan barang dan jasa serta
kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah
keteknikan yang baik, atau yang melampaui nilai persetujuan otorisasi
pengeluaran di atas 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pengeluaran;
r. surplus material yang berlebihan
akibat kesalahan perencanaan dan pembelian;
s. nilai buku dan biaya pengoperasian aset
yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor;
t. transaksi yang:
1. merugikan negara;
2. tidak melalui proses tender sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali dalam hal tertentu; atau
3. bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
u. bonus yang dibayarkan kepada
Pemerintah;
v. biaya yang terjadi sebelum
penandatanganan kontrak;
w. insentif interest recovery; dan
x. biaya audit komersial.
Pasal 14
Dalam hal
terdapat penghasilan tambahan yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan operasi
perminyakan dalam bentuk hasil penjualan produk sampingan atau bentuk lainnya
diperlakukan sebagai pengurang biaya operasi.
Pasal 15
(1) Barang yang memiliki masa manfaat tidak
lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan sebagai biaya operasi pada saat barang
digunakan.
(2) Pembebanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan barang yang
diperoleh pertama.
Pasal 16
(1) Penyusutan atas pengeluaran harta
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam
bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan
tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa
buku disusutkan sekaligus.
(2) Penyusutan dimulai pada bulan harta
tersebut digunakan (placed into service).
(3) Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai
kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Dalam hal harta berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena
faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud tetap
disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaatnya.
Pasal 17
(1) Besarnya cadangan biaya penutupan dan
pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 (satu) tahun pajak, dihitung
berdasarkan estimasi biaya penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa
manfaat ekonomis.
(2) Cadangan biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib disimpan dalam rekening bersama antara Badan Pelaksana dan kontraktor
di bank umum Pemerintah Indonesia di Indonesia.
(3) Dalam hal total realisasi biaya
penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar dari jumlah yang
dicadangkan, selisihnya menjadi pengurang atau penambah biaya operasi yang
dapat dikembalikan dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang
bersangkutan, setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan
dana cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 18
(1) Kontraktor dapat membebankan iuran
pesangon bagi pegawai tetap yang dibayarkan kepada pengelola dana pesangon
tenaga kerja yang ditetapkan Menteri Keuangan.
(2) Tata cara pengelolaan iuran pesangon dan
besarnya pesangon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 19
(1) Seluruh biaya kerja, pembebanannya
ditangguhkan sampai dengan adanya lapangan yang berproduksi secara komersial di
wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Untuk pengamanan penerimaan negara,
selain penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengambil
kebijakan terkait pengembangan lapangan.
Pasal 20
(1) Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 yang dapat dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
a. biaya bukan modal tahun berjalan;
b. penyusutan biaya modal tahun berjalan;
dan
c. biaya operasi yang belum dapat
dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
(2) Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat
dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kontrak jasa ditentukan
sebesar imbalan yang diberikan oleh Pemerintah.
(3) Biaya operasi yang dapat dikembalikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum dapat diperhitungkan dalam 1
(satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya.
(4) Biaya langsung minyak bumi dibebankan
pada produksi minyak bumi dan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi
gas bumi.
(5) Dalam hal terdapat biaya bersama minyak
dan gas bumi, biaya bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil
produksi.
(6) Dalam hal suatu lapangan atau wilayah
kerja telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi,
sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dialokasikan secara adil berdasarkan
kesepakatan antara Badan Pelaksana dan kontraktor.
(7) Pengembalian biaya operasi untuk minyak
bumi dilakukan hanya terhadap lifting minyak bumi, sedangkan pengembalian biaya
operasi untuk gas bumi dilakukan hanya terhadap nilai penjualan gas bumi.
(8) Dalam hal pengembalian biaya operasi
minyak bumi atau gas bumi tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai
penjualannya, ditentukan:
a. biaya operasi gas bumi yang melebihi
nilai produksinya, selisihnya dibebankan pada hasil produksi minyak bumi;
b. biaya operasi minyak bumi yang melebihi
nilai produksinya, selisihnya dibebankan pada nilai penjualan gas bumi.
BAB III
PENGAKUAN DAN
PENGUKURAN PENGHASILAN
Pasal 21
Penghasilan
kontraktor untuk kontrak bagi hasil diakui pada titik penyerahan.
Pasal 22
(1) Penghasilan dari kontrak kerja sama
dalam bentuk penjualan minyak bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak
mentah Indonesia.
(2) Metodologi dan formula dari harga minyak
mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama oleh
Menteri dan Menteri Keuangan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penetapan
metodologi dan formula harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Penghasilan dari kontrak kerja sama
dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang
disepakati dalam kontrak penjualan gas bumi.
(2) Dalam hal penjualan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah gas bumi diperoleh melalui proses
lebih lanjut yang disetujui Menteri, penghasilan yang diakui dihitung
berdasarkan hasil penjualan yang diterima dikurangi komponen biaya penjualan.
BAB IV
PENGHITUNGAN BAGI
HASIL
Pasal 24
(1) Dalam hal tidak terdapat FTP dan
insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi
biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) Dalam hal terdapat FTP tetapi tidak
terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting
dikurangi FTP dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(3) Dalam hal terdapat FTP dan insentif
investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP
dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(4) Dalam hal tidak terdapat FTP tetapi
terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting
dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(5) Insentif investasi dan biaya operasi
yang dapat dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dikonversi menjadi:
a. minyak bumi, dengan harga rata-rata
harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; atau
b. gas bumi, dengan harga yang disepakati
dalam kontrak penjualan gas bumi.
(6) Bagian kontraktor untuk kontrak kerja
sama, dihitung berdasarkan persentase bagian kontraktor sebelum pajak
penghasilan yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to
be split.
(7) Bagian Pemerintah untuk kontrak kerja
sama dihitung berdasarkan persentase bagian Pemerintah yang dinyatakan dalam
kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split yang didalamnya belum
termasuk pajak penghasilan yang terutang oleh kontraktor.
(8) Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO
dengan menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi minyak
bumi dan/atau gas bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri.
(9) Kontraktor mendapat imbalan DMO atas
penyerahan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
PENGHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN
Pasal 25
(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu)
tahun pajak bagi kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan
penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya
modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada
tahun-tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya
sampai dengan berakhirnya kontrak.
(3) Besarnya pajak penghasilan yang terutang
bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang
bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan
Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak
penghasilan pada saat kontrak ditandatangani.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal kontraktor berbentuk badan
hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak
penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Atas pemenuhan kewajiban pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan
gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
(8) Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak
penghasilan minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat
keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara.
(9) Ketentuan mengenai penerbitan surat
ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak
bumi dan gas bumi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(10) Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea
masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi
perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi.
(11) Ketentuan mengenai tata cara pembebasan
bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu)
tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun
berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh
biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan.
(2) Ketentuan mengenai jumlah maksimum
pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan
oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya
sampai dengan berakhirnya kontrak.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang
bagi kontraktor berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang pajak penghasilan.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan
terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGHASILAN DI LUAR
KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 27
(1) Atas penghasilan lain kontraktor berupa
uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4) huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20%
(dua puluh persen) dari jumlah bruto.
(2) Atas penghasilan kontraktor dari
pengalihan participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4)
huruf b dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
a. 5% (lima persen) dari jumlah bruto,
untuk pengalihan participating interest selama masa eksplorasi; atau
b. 7% (tujuh persen) dari jumlah bruto,
untuk pengalihan participating interest selama masa eksploitasi.
(3) Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan
kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada
perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pemotongan
dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 28
Dalam
rangka membagi risiko dalam masa eksplorasi, pengalihan participating interest
tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b
apabila memenuhi kriteria:
a. tidak mengalihkan seluruh participating
interest yang dimilikinya;
b. participating interest telah dimiliki
lebih dari 3 (tiga) tahun;
c. di wilayah kerja telah dilakukan
eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi); dan
d. pengalihan participating interest tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
BAB VII
PEMBUKUAN KONTRAKTOR
Pasal 29
(1) Pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
(2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan
di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri
Keuangan.
(3) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip
taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai
prinsip kontrak bagi hasil.
(4) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri
atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
(5) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data
dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online
wajib disediakan di Indonesia selama biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
belum dikembalikan.
Pasal 30
(1) Untuk perhitungan pajak, Direktorat
Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap
tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat
rekomendasi dari Badan Pelaksana.
(2) Sebelum menetapkan besarnya biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat
Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.
(3) Dalam hal besaran biaya yang
direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda
dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan
perbedaan tersebut.
BAB VIII
KEWAJIBAN KONTRAKTOR
DAN/ATAU OPERATOR
Pasal 31
(1) Setiap kontraktor pada suatu wilayah
kerja wajib:
a. mendaftarkan diri untuk memperoleh
nomor pokok wajib pajak;
b. melaksanakan pembukuan;
c. menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan (SPT Tahunan PPh);
d. membayar angsuran pajak dalam tahun
berjalan untuk setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya, dan dihitung atas penghasilan kena pajak dari lifting yang
sebenarnya terjadi dalam suatu bulan takwim;
e. memenuhi ketentuan lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan
participating interest atau pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan
nilainya kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal pengalihan participating
interest, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru.
(4) Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 32
(1) Setiap operator pada suatu wilayah kerja
wajib:
a. mendaftarkan kontrak kerja sama untuk
memperoleh nomor pokok wajib pajak yang berbeda dengan nomor pokok wajib pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a;
b. melakukan pemenuhan kewajiban pemotongan
dan/atau pemungutan pajak;
c. menyelenggarakan pembukuan untuk
kegiatan operasi perminyakan untuk wilayah kerja yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terjadi pergantian operator,
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada operator yang baru.
Pasal 33
(1) Minyak bumi dan/atau gas bumi bagian
pemerintah dari kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dihitung
berdasarkan volume minyak bumi dan/atau gas bumi.
(2) Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak
bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak
penghasilan kontraktor dari kontrak bagi hasil, dapat berupa volume minyak bumi
dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor.
(3) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata
cara penyerahan bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
(4) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata
cara pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat. (2) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
BAB IX
KEWAJIBAN BADAN
PELAKSANA
Pasal 34
(1) Badan Pelaksana wajib menerbitkan
standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya yang digunakan pada
kegiatan operasi perminyakan bersamaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
ini.
(2) Badan Pelaksana wajib menyampaikan
laporan pembukuan mengenai pelaksanaan pengembalian biaya operasi kepada
Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara
periodik setiap tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
(1) Kontraktor harus melakukan transaksinya
di Indonesia dan menyelesaikan pembayarannya melalui sistem perbankan di
Indonesia.
(2) Transaksi dan penyelesaian pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar Indonesia
setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 36
(1) Menteri Keuangan dalam keadaan tertentu
dapat menunjuk pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi
finansial dan teknis setelah berkoordinasi dengan Menteri.
(2) Penunjukan pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa.
Pasal 37
Dalam hal
terjadi perubahan bentuk hukum dan/atau perubahan status domisili dan/atau
pengalihan participating interest atau kepemilikan saham dan/atau hal lain dari
kontraktor yang mengakibatkan perubahan perhitungan pajak penghasilan, besaran
bagian penerimaan negara harus tetap.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Kontrak kerja sama yang telah
ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
b. Hal-hal yang belum diatur atau belum
cukup diatur secara tegas dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada
huruf a untuk ketentuan mengenai:
1. besaran bagian penerimaan negara;
2. persyaratan biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan norma pembebanan biaya operasi;
3. biaya operasi yang tidak dapat
dikembalikan;
4. penunjukan pihak ketiga yang independen
untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis;
5. penerbitan surat ketetapan pajak
penghasilan;
6. pembebasan bea masuk dan pajak dalam
rangka impor atas barang pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi;
7. pajak penghasilan kontraktor berupa
volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor; dan
8. penghasilan di luar kontrak kerja sama
berupa uplift dan/atau pengalihan participating interest,
dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menyesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kontrak
kerja sama dalam kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas bumi yang dibuat atau
diperpanjang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib mematuhi
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 20 Desember 2010
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 20 Desember 2010
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 139
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG
DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK
PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
I. UMUM
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara termasuk minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya
alam strategis yang tak dapat diperbaharui. Mengingat minyak dan gas bumi
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting, maka pengelolaannya
perlu dilakukan secara efisien dan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pengelolaan
minyak dan gas bumi sampai saat ini dilakukan melalui sistem kontrak bagi hasil
yang juga dianut oleh kebanyakan negara produsen minyak. Peraturan Pemerintah
ini lebih menjamin penerimaan negara yang berasal dari penghasilan kontrak bagi
hasil atau penghasilan lainnya menjadi lebih optimal, antara lain melalui:
a. biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto akan sama dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh
Pemerintah;
b. jenis, syarat, metode alokasi, dan
batasan jumlah dari biaya tersebut akan diatur secara seksama agar penerimaan
negara lebih optimal dan agar tercipta kepastian hukum;
c. pajak-pajak tidak langsung seperti
pajak pertambahan nilai (PPN), bea masuk, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak
daerah dan retribusi daerah yang selama ini menjadi beban Pemerintah diubah
sehingga menjadi beban bersama Pemerintah dan kontraktor dengan cara membukukan
pembayaran pajak tidak langsung tersebut sebagai komponen biaya;
d. kontraktor diwajibkan membayar sendiri
pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
di luar skema kontrak kerja sama.
Dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam
rangka optimalisasi penerimaan negara dari kontrak-kontrak yang sudah ada,
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2009 mengamanatkan Pemerintah untuk menerbitkan peraturan
yang mengatur mengenai Pengembalian Biaya Operasi yang telah dikeluarkan
kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama. Untuk itu, ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini juga berlaku terhadap kontrak kerja sama yang
telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan
beberapa ketentuan peralihan.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Cukup
jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Dalam hal
kontrak kerja sama di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi, Pemerintah
menyediakan sumber daya alamnya sedangkan kontraktor wajib membawa modal dan
teknologi. Konsekuensinya bahwa kontraktor tidak diperkenankan membebankan
biaya bunga maupun biaya royalti dan sejenisnya ke dalam biaya operasi yang
dapat dikembalikan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Pada
dasarnya seluruh pengeluaran atas barang dan peralatan yang dibeli oleh
kontraktor merupakan milik negara, sehingga pengeluaran tersebut merupakan
biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor
berdasarkan harga perolehan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kaidah praktek bisnis yang baik meliputi kaidah praktek bisnis
yang umum berlaku dan wajar sesuai dengan etika bisnis, sedangkan kaidah
keteknikan yang baik meliputi:
a. memenuhi ketentuan keselamatan dan
kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. memproduksikan minyak dan gas bumi
sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar yang baik;
c. memproduksikan sumur minyak dan gas
bumi dengan cara yang tepat;
d. menggunakan teknologi perolehan minyak
tingkat lanjut yang tepat;
e. meningkatkan usaha peningkatan
kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida dengan teknik yang tepat; dan
f. memenuhi ketentuan standar peralatan
yang dipersyaratkan.
Ayat (2)
Huruf a
Pengeluaran
rutin antara lain pembayaran gaji, biaya pemeliharaan, dan biaya pasca operasi
pertambangan.
Huruf b
Pengeluaran
proyek antara lain pembangunan fasilitas produksi dan kegiatan survei seismik.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 6
Otorisasi
pembelanjaan finansial adalah authorization for expenditure (AFE).
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan varian harga atas lifting adalah selisih harga yang terjadi
karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia bulanan dengan harga minyak
mentah Indonesia rata-rata tertimbang.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pengembangan
wilayah kerja dalam ketentuan ini meliputi ekstensifikasi dan intensifikasi.
Pasal 11
Biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan biaya yang akan
dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama,
demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa dikenal dengan nama uniformity
principle.
Biaya
operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan biaya yang menjadi
dasar dalam penghitungan bagi hasil dan penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Yang
termasuk biaya penyusutan antara lain berupa:
1. fasilitas produksi;
2. gedung kantor, gudang, perumahan;
3. mesin dan peralatan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Termasuk
dalam biaya pemindahan gas dari titik produksi ke titik penyerahan adalah biaya
untuk pemasaran.
Huruf b
Cukup
jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan disebut biaya
sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat
dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan kegiatan operasi
perminyakan di lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja yang
bersangkutan di Indonesia.
Dengan
demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pajak penghasilan dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya yang
dapat dikembalikan.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek” adalah
biaya yang terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di Indonesia
dengan syarat:
1. tidak dapat dikerjakan oleh
institusi/lembaga di dalam negeri;
2. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja
Indonesia; dan
3. tidak rutin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Peraturan
Menteri Keuangan paling sedikit mengatur mengenai waktu pemberlakuan
remunerasi.
Pasal 13
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Harta
yang dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena harta tersebut
merupakan milik negara.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Cukup
jelas.
Huruf l
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup
jelas.
Huruf n
Biaya
yang terkait dengan merger dan akuisisi antara lain:
a. biaya personal dan konsultan yang
berkaitan dengan due diligence;
b. biaya eksternal untuk press release,
promosi, dan penggantian logo perusahaan;
c. biaya yang terkait dengan separation
program dan retention program, biaya yang berkaitan dengan teknologi sistem
informasi (sepanjang sistem yang lama belum sepenuhnya didepresiasikan), biaya
yang terkait dengan perpindahan kantor, dan biaya yang timbul karena perubahan
kebijakan tentang proyek yang sedang berjalan.
Huruf o
Yang
dimaksud dengan “bunga atas pinjaman” adalah bunga atas pinjaman untuk
membiayai operasi perminyakan.
Huruf p
Cukup
jelas.
Huruf q
Cukup
jelas.
Huruf r
Yang
dimaksud dengan “kesalahan perencanaan” adalah perbuatan kontraktor dalam
menyusun rencana yang dapat dikategorikan sebagai kelalaian berat atau
perbuatan salah yang disengaja. Pengertian kelalaian berat atau perbuatan salah
yang disengaja adalah setiap tindakan yang disengaja atau kecerobohan yang
dilakukan oleh manajemen atau pejabat senior dari kontraktor yang:
a. konsekuensi diketahui atau patut
diketahui dapat mengakibatkan terjadinya kerugian orang atau terancamnya
keamanan atau kepemilikan orang atau badan lain; atau
b. secara fatal melanggar standar
kehati-hatian yang dalam pengabaiannya atau ketidakpeduliannya yang fatal
mengakibatkan konsekuensi yang merugikan.
Huruf s
Yang
dimaksud dengan “kelalaian kontraktor” adalah kelalaian berat (gross
negligance) atau perbuatan salah yang disengaja (willful misconduct).
Sebagian
biaya konstruksi fasilitas produksi/peralatan yang tidak dapat dibebankan
menjadi biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam hal:
a. tidak dapat membuktikan bahwa kapasitas
fasilitas produksi memenuhi target yang disepakati sehingga pembebanan hanya
dapat dibebankan proporsional terhadap kapasitas terbukti;
b. tidak dapat membuktikan bahwa unjuk
kerja fasilitas produksi memenuhi kriteria yang ditetapkan sehingga pembebanan
hanya dapat dilakukan proporsional terhadap unjuk kerja terbukti.
c. pada masa konstruksi terjadi perbaikan
atau pembuatan ulang/penggantian seluruh dan/atau sebagian fasilitas produksi
yang termasuk dalam pertanggungan asuransi construction all risk;
d. pada masa garansi terjadi kerusakan
akibat kesalahan fabrikasi/manufacturing, maka biaya perbaikan ataupun
penggantian menjadi tanggung jawab kontraktor penyedia barang/jasa.
Huruf t
Angka 1
Yang
dimaksud dengan “transaksi yang merugikan negara” adalah transaksi yang
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga
menimbulkan kerugian bagi negara seperti pengadaan barang dan jasa yang tidak
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan lain-lain.
Angka 2
Yang
dimaksud dengan tidak melalui proses tender dalam ketentuan ini adalah seluruh
pengadaan barang dan jasa wajib melalui proses tender sesuai kebutuhan yang
berlaku, namun untuk pengadaan barang dan jasa untuk keperluan darurat dapat
tidak melalui proses tender.
Angka 3
Cukup
jelas.
Huruf u
Cukup
jelas.
Huruf v
Cukup
jelas.
Huruf w
Cukup
jelas.
Huruf x
Dalam hal
adanya kepentingan nasional yang mendesak, antara lain kelangsungan produksi,
percepatan peningkatan produksi minyak dan/atau gas bumi yang memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara, dapat dilakukan pengecualian
terhadap ketentuan ini.
Pasal 14
Yang
dimaksud dengan penghasilan tambahan yang berasal dari hasil penjualan produk
sampingan antara lain penjualan belerang dan penjualan kapasitas lebih dari
tenaga listrik.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “placed into service” adalah saat dimulainya suatu harta berwujud
digunakan dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Badan
Pelaksana.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan “tahun pajak” adalah tahun kalender.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “kebijakan” adalah antara lain dalam rangka pengembalian biaya
yang didasarkan atas keekonomian lapangan atau beberapa lapangan dalam usulan
satu rencana pengembangan lapangan (POD basis) atau pengembangan lapangan yang
didasarkan atas keekonomian dalam satu lapangan (field basis) atau pengembangan
lapangan yang didasarkan atas keekonomian satu sumur atau beberapa sumur dengan
tidak membangun fasilitas produksi sendiri (put on production).
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan “biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun
sebelumnya” adalah bagian dari saldo biaya operasi yang belum dapat
dikembalikan pada awal tahun, sehingga dapat dikembalikan pada tahun berjalan
sesuai dengan pola bagi hasil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup
jelas.
Pasal 21
Yang
dimaksud dengan “titik penyerahan” adalah titik terjadinya pengalihan hak
kepemilikan (transfer of title) minyak bumi dan/atau gas bumi dari Pemerintah
kepada kontraktor.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “harga minyak mentah Indonesia” adalah harga minyak mentah yang
ditetapkan oleh Menteri secara periodik.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “komponen biaya penjualan” adalah biaya yang berkaitan dengan
kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan penjualannya antara lain
biaya pinjaman pembangunan kilang, biaya operasi kilang, transportasi, dan
biaya pemasaran.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan “tarif pajak” sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah pemberlakuan tarif pajak
sesuai besaran tarif pajak yang dipilih oleh kontraktor yaitu tarif pajak yang
berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani atau tarif pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku dan
dapat berubah setiap saat.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Yang
dimaksud dengan “surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan
gas bumi” adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak setelah dilakukan pemeriksaan.
Ayat (8)
Yang
dimaksud dengan “surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan
gas bumi sementara” adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan yang kegunaannya antara lain untuk
kepentingan internal manajemen kantor pusat.
Ayat (9)
Cukup
jelas.
Ayat (10)
Cukup
jelas.
Ayat (11)
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Participating interest dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Jika
interest pada suatu wilayah kerja dimiliki oleh kontraktor A, kontraktor B, dan
kontraktor C kemudian interest kontraktor A dialihkan kepada kontraktor D, maka
kewajiban perpajakan atas interest tersebut menjadi kewajiban kontraktor D
sejak pengalihan interest tersebut berlaku efektif.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Jika
kontraktor A telah menandatangani kontrak kerja sama minyak dan gas bumi dengan
Pemerintah pada wilayah kerja X, maka kontraktor A yang juga bertindak selaku
operator wajib mendaftarkan wilayah kerja tersebut untuk memperoleh NPWP yang
berbeda dengan NPWP kontraktor itu sendiri.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Jika
kontraktor B menjadi operator menggantikan kontraktor A, maka kewajiban beralih
kepada kontraktor B sejak pengalihan operator tersebut berlaku efektif.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan “standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya” adalah
suatu ukuran baik kualitatif dan/atau kuantitatif yang merupakan suatu rentang
nilai yang mewakili kondisi keteknikan dan kewajaran unsur biaya barang dan
jasa yang digunakan sebagai pembanding dalam proses persetujuan rencana kerja
dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial.
Pembebanan
biaya operasi didasarkan pada realisasi biaya yang dikeluarkan berdasarkan
proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya
tersebut akan dievaluasi sesuai dengan keperluan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah musibah karena alam yang menimbulkan
potensi kerugian negara berupa penurunan penerimaan dan/atau kerugian pada aset
negara pada kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi minyak bumi dan/atau gas
bumi.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 37
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menjaga besaran penerimaan negara (jumlah pajak dan
penerimaan negara bukan pajak) tidak mengalami perubahan sesuai dengan besaran
penerimaan negara sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja sama.
Pasal 38
huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5173
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 83/PMK.03/2009
TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
PENYEDIAAN MAKANAN
DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK
NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN
PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang nomor
7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai
Serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah
Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI
SERTA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH
TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Pegawai adalah seluruh pegawai termasuk
dewan direksi dan komisaris.
Pasal 2
Pemberian
natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi
kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah:
a. Pemberian atau penyediaan makanan
dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan
kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Pasal 3
Pengeluaran
untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. pemberian makanan dan/atau minuman yang
disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau
minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan
pemberian sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran,
bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.
Pasal 4
(1) Penggantian atau imbalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja
untuk:
a. tempat
tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan
kesehatan;
c. pendidikan
bagi Pegawai dan keluarganya;
d. peribadatan;
e. pengangkutan
bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya
tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang
sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.
(2) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang
layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai
dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun
udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan
ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa
pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai
kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan
mineral.
(3) Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan
fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Pasal 5
Pemberian
natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi
pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan
(satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan
yang sejenisnya.
Pasal 6
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pedoman teknis tata cara pemberian dan penetapan besaran
kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai, kriteria dan tata cara penetapan
daerah tertentu, dan batasan mengenai sarana dan fasilitas di lokasi kerja,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
466/KMK.04/2000 tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan
Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diberikan
Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan
Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Pemberi Kerja, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya
laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 22 April 2009
MENTERI
KEUANGAN
ttd
SRI
MULYANI INDRAWATI
Nama saya Dian Pelangi dari Jakarta di Indonesia, saya seorang perancang busana dan saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu semua orang agar berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di internet, begitu banyak pemberi pinjaman di sini adalah penipu dan mereka ada di sini. menipu Anda dengan uang hasil jerih payah Anda, saya mengajukan pinjaman untuk sekitar Rp900.000.000 wanita di Malaysia dan saya kehilangan sekitar 29 juta tanpa mengambil pinjaman, saya membayar hampir 29 juta masih saya tidak mendapatkan pinjaman dan bisnis saya tentang jatuh karena hutang.
BalasHapusKetika saya mencari perusahaan pinjaman swasta yang dapat diandalkan, saya melihat iklan online lainnya dan nama perusahaan tersebut adalah THE WORLD LOAN COMPANY. Saya kehilangan 15 juta dengan mereka dan sampai hari ini, saya tidak pernah menerima pinjaman yang saya ajukan.
Ya Tuhan, teman-teman yang mengajukan pinjaman juga menerima pinjaman tersebut, memperkenalkan saya pada perusahaan terpercaya di mana Ibu Christabel bekerja sebagai manajer cabang, dan saya mengajukan pinjaman sebesar Rp900.000.000 dan mereka meminta kredensial saya, dan setelah itu mereka selesai memverifikasi detail saya, pinjaman disetujui untuk saya dan saya pikir itu hanya lelucon, dan mungkin ini adalah salah satu penipuan yang membuat saya kehilangan uang, tetapi saya tertegun. Saat saya mendapatkan pinjaman dalam waktu kurang dari 6 jam dengan suku bunga rendah 2% tanpa agunan
Saya sangat senang Tuhan memakai teman saya yang menghubungi mereka dan memperkenalkan saya kepada mereka dan karena saya selamat membuat bisnis saya melambung tinggi dan dilikuidasi dan sekarang bisnis saya terbang tinggi di Indonesia dan tidak ada yang akan mengatakannya. tahu tentang perusahaan fashion.
Jadi saya sarankan semua orang yang tinggal di Indonesia dan negara lain yang membutuhkan pinjaman untuk satu tujuan atau lain untuk menghubungi
christabel ibu melalui email: christabelloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: (lianmeylady@gmail.com) dan Sety memperkenalkan dan berbicara tentang christabel, dia juga mendapat pinjaman baru dari christabel, Anda juga dapat menghubungi dia melalui emailnya: permatabudiwati@gmail.com Sekarang, semua yang akan saya lakukan adalah berusaha memenuhi pembayaran pinjaman yang saya kirimkan langsung ke rekening mereka setiap bulan.
Sebuah kata untuk orang bijak sudah cukup
Sekali lagi terima kasih telah membaca kesaksian saya, dan semoga Tuhan terus memberkati kami dan memberi kami umur panjang dan hidup sejahtera dan semoga Tuhan melakukan pekerjaan baik yang sama dalam hidup Anda.
Ibu yang baik Christabel Missan Nomor WhatsApp +15614916019